JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik rupiah mutilasi tengah meresahkan masyarakat. Pasalnya, praktik yang menggabungkan separuh uang asli dan separuh palsu itu dapat mengecoh masyarakat.
Praktik itu semakin merugikan masyarakat, sebab rupiah mutilasi tidak dapat ditukarkan di kantor Bank Indonesia (BI). Hal ini sebagaimana penjelasan Departemen Komunikasi BI.
Pasalnya, salah satu kriteria uang rupiah rusak atau cacat yang bisa ditukarkan ialah uang rupiah harus memiliki nomor seri yang sama dalam lembarannya.
Sementara dalam praktik rupiah mutilasi, lembaran rupiah memiliki dua nomor seri yang berbeda, sebab uang tersebut disambungkan antara asli dengan palsu.
Baca juga: Soal Rupiah Mutilasi, BI: Tindakan Kriminal, Ada Pidananya
Selain itu, persyaratan lainnya agar uang rupiah dapat ditukarkan ialah, rupiah kertas lebih besar dua pertiga dari ukuran aslinya. Apabila kurang dari itu, maka uang tidak bisa ditukarkan.
"Apabila fisik uang Rupiah kertas sama dengan atau kurang dari 2/3 (dua pertiga) ukuran aslinya, tidak diberikan penggantian," ujar Departemen Komunikasi BI, Kamis (14/9/2023).
Baca juga: Hati-hati Uang Palsu, Simak Cara Cek Keaslian Uang Rupiah Baru Tahun Emisi 2022
Kemudian, BI juga tidak memberikan penggantian atas uang rupiah rusak/cacat apabila kerusakan uang rupiah tersebut diduga dilakukan secara sengaja atau dilakukan secara sengaja.
Adapun rupiah mutilasi sendiri dikategorikan sebagai perusakan dan pemalsuan uang.
"Intinya karena itu uang palsu dan uang sengaja dirusak, jadi tidak dapat ditukarkan," ujar Departemen Komunikasi BI.
Baca juga: OJK: Bunganya Tinggi, Praktik Pinjaman Pribadi Lebih Mencekik Dibanding Lintah Darat
Namun demikian, bagi masyarakat yang memang menerima rupiah mutilasi, BI mengimbau untuk mendatangi kantor perwakilan BI terdekat.
"Masyarakat yang merasa ada indikasi, dapat datang dan berkonsultasi dengan kantor bank indonesia terdekat," ujar Departemen Komunikasi BI.
Baca juga: Waspada Uang Palsu, Kenali Ciri-ciri Uang Kertas Baru Pecahan Rp 1.000 hingga Rp 100.000
Sebelumnya, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menegaskan, praktik rupiah mutilasi merupakan tindak kriminal. Pasalnya, hal itu dikategorikan sebagai upaya pemalsuan uang.
"Tindakan yang dilakukan dalam video tersebut dapat dikategorikan sebagai kriminal, dianggap sebagai proses untuk melakukan pemalsuan unag itu ada pidananya, jadi bukan main-main," tutur dia, dalam video resmi BI.
Adapun hukuman terkait pengedar uang palsu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Di Pasal 25 UU Nomor 7 Tahun 2011 disebutkan, setiap orang yang membeli atau menjual rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah dapat dipidana dengna penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
"Kalaupun bukan pemalsuan uang dia bisa dianggap merusak rupiah dan itu juga ada pidananya jadi ini hal yang sangat serius," kata Erwin.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.