Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Nugroho SBM
Dosen Universitas Diponegoro

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang

Mewaspadai Terjadinya Krisis Ekonomi 2-3 Tahun Lagi

Kompas.com - 18/09/2023, 08:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

GUBERNUR Bank Indonesia (BI) sekaligus Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Perry Warjiyo Indonesia memperingatkan kemungkinan terjadinya krisis ekonomi dan keuangan dua atau tiga tahun lagi.

Hal tersebut dikemukakan Perry Warjiyo dalam Sidang Pleno ISEI ke 23 di Bengkulu, baru-baru ini (cnbcindonesia.com, 15/9/2023).

Menurut Perry Warjiyo, sekarang ini siklus ekonomi dan keuangan kian cepat. Ia memperkirakan puncak kegiatan ekonomi dan keuangan (boom) akan tercapai pada 2025.

Setelah itu pada 2026, akan ada gerakan menurun (burst) dari kegiatan ekonomi dan keuangan.

Oleh karena itu, menurut Perry Warjiyo lagi, Indonesia harus mengantisipasi datangnya krisis tersebut dengan berbagai kebijakan.

Siklus ekonomi dan keuangan

Satu periode siklus ekonomi adalah dari posisi puncak (boom) ke posisi puncak (boom) kembali.

Secara umum gerak siklus ekonomi adalah: tahap ekspansi, yaitu kegiatan ekonomi yang diukur dengan pertumbuhan ekonomi naik, kemudian mencapai titik puncak tertinggi (Boom).

Lalu ada tahap kontraksi atau sering disebut resesi, yaitu ketika pertumbuhan ekonomi mulai menurun. Setelah itu, jika pertumbuhan ekonomi minus atau negatif sudah mencapai titik terendahnya, maka disebut depresi.

Kemudian ada tahap pemulihan dan tahap ekspansi kembali hingga mencapai puncak kembali (boom).

Dalam teori ekonomi makro dikenal tiga jenis siklus ekonomi berdasarkan periodenya.

Pertama, siklus jangka pendek. Siklus ini berjalan dalam periode 40 bulanan. Siklus ini ditemukan oleh Joseph Kitchin (1861-1932), seorang pengusaha dan ahli statistik di Inggris.

Siklus ini dikemukakan Kitchin pada 1923 dalam tulisannya di jurnal berjudul “Siklus dan Tren Faktor Ekonomi”.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dan dianalisis Kitchin, antara lain data suku bunga AS, suku bunga Inggris, dan data ekonomi makro lainnya.

Kitchin menemukan bahwa siklus ekonomi berjalan dalam jangka pendek, yaitu 40 bulanan. Penyebab dari siklus jangka pendek ini antara lain: cuaca, iklim, musim, dan adat istiadat serta kebiasaan, misal, adanya hari-hari libur dan hari-hari besar yang memengaruhi perilaku konsumsi masyarakat.

Kedua, siklus jangka menengah. Siklus ini berjalan dalam periode 7 sampai 11 tahun. Siklus ini ditemukan oleh Clement Juglar pada 1862.

Penyebab siklus jangka menengah ini ditengarai ada beberapa, antara lain: faktor bintik matahari (sun spot) yang berulang setiap 11 tahun sekali dan memengaruhi iklim dan produktivitas manusia serta pertanian dalam arti luas.

Sebab lain adalah naik-turunnya penggunaan modal tetap dalam dunia bisnis.

Ketiga, siklus jangka panjang. Siklus ini berjalan 48 tahun-60 tahun. Siklus ini ditemukan oleh Nicolai Kondratiev, seorang ekonom Rusia dan penggagas serta pendukung Kebijakan Ekonomi Baru (New Economic Policy atau NEP) Uni Sovyet.

Gagasan tentang siklus ekonomi jangka panjang tersebut ditulisnya pada 1935, dalam artikel berjudul “Gelombang Panjang Dalam Kehidupan Ekonomi”.

Penyebab utama siklus ekonomi jangka panjang adalah adanya perubahan atau kemajuan teknologi.

Kebijakan Antisiklus

Seperti halnya kehidupan manusia yang naik turun, maka siklus ekonomi adalah sesuatu yang wajar. Hanya saja periode siklusnya yang bisa berbeda untuk tiap negara dan berbeda tiap masanya.

Jika Perry Warjiyo mengatakan bahwa sekarang periode siklus ekonomi dan keuangan sekitar dua atau tiga tahunan, maka berarti negara-negara di dunia akan mengalami siklus ekonomi dan keuangan jangka pendek atau siklus Kitchin.

Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan mengantisipasi terjadinya siklus jangka pendek tersebut, khususnya ketika kegiatan ekonomi yang diukur dengan pertumbuhan ekonomi mulai menurun pada 2026.

Sebenarnya BI sekarang ini sudah mengantisipasi siklus atau fluktuasi kegiatan ekonomi dan keuangan dengan kebijakan makro-prudensial.

Tujuan kebijakan makro-prudensial adalah sebagai antisiklus agar stabilitas sistem keuangan terjaga. Dengan demikian, stabilitas ekonomi pada umumnya terjaga.

Kebijakan makro-prudensial lahir dari pengalaman krisis-krisis ekonomi yang terjadi (misalnya, krisis ekonomi Indonesia 1997 dan krisis keuangaan AS 2008).

Dari pengalaman krisis tersebut disimpulkan bahwa perilaku sektor keuangan adalah pro kepada siklus.

Contohnya ketika ekonomi pada posisi puncak (boom), maka timbul optimisme berlebihan pada sektor keuangan berupa pemberian kredit berlebihan.

Namun ketika ekonomi memburuk, timbul pesimistis berlebihan dengan kontraksi pemberian kredit yang berlebihan. Hal ini akan menimbulkan krisis di sektor keuangan khususnya dan ekonomi pada umumnya.

Setelah terjadi krisis, maka ternyata biaya untuk menangani krisis sangat besar. Biaya yang dikeluarkan Indonesia untuk menangani krisis ekonomi 1997/1998 mencapai 51 persen dari Pendapatan Nasional (PDB) kita.

Untuk AS, biaya menangani krisis keuangan 2008 mencapai lebih dari 43 persen pendapatan nasional (PDB) AS.

Melihat pengalaman berbagai krisis tersebut, maka disusun dan dilaksanakan kebijakan makro-prudensial di mana mekanisme antisiklus itu dimasukkan ke dalam sistem keuangan.

Salah satu contoh instrumen kebijakannya adalah kewajiban bank dan lembaga keuangan untuk menyediakan persediaan modal untuk antisiklus (Countercyclical Capital Buffer).

Teknisnya ketika kondisi ekonomi dan bisnis keuangan membaik, maka bank wajib menyisihkan sebagian keuntungannya sebagai cadangan.

Cadangan tersebut akan digunakan menutup kerugian dan menambah modal ketika ekonomi dan bisnis, khususnya di sektor keuangan, memburuk. Dan masih ada beberapa instrumen kebijakan lain.

Tentu kebijakan makro-prudensial BI yang antisiklus harus didukung kebijakan lain, yaitu kebijakan mikro-prudensial oleh OJK yang lebih menekankan menjaga kesehatan bank dan lembaga keuangan secara individual.

Kemudian kebijakan fiskal pemerintah lewat APBN (khususnya menjaga defisit APBN dalam rentang yang ditentukan undang-undang), serta kebijakan lain antara lain kebijakan penjaminan simpanan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com