Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rawan Disalahgunakan, Pengamat Awasi Tren Meningkatnya PKPU dan Kepailitan

Kompas.com - 25/09/2023, 18:39 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dinilai meningkat trennya hingga saat ini. Peningkatan ini mendorong kekhawatiran pengamat dan praktisi hukum, bahwa peruntukannya bisa disalahgunakan.

Menurut Anggota Tim Pembaruan Peradilan Mahkamah Agung Aria Suyudi, terjadi peningkatan pengajuan permohonan PKPU. Pada 2019 permohonan hanya 435, pada 2020 naik menjadi 635, dan menjadi 726 pada 2021.

Menurut Aria, sebelum 2004 tidak ada yang tertarik mengajukan permohonan PKPU. Tapi sekarang dengan PKPU debitur dipaksa oleh kreditur untuk mengajukan perdamaian.

Ia menambahkan, dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, tujuannya adalah restrukturisasi. Namun, saat ini PKPU karena dijadikan sarana yang paling mudah untuk menagih utang.

“PKPU itu boleh, asalkan untuk perdamaian dan restrukturisasi. Di Indonesia justru tujuannya menolak restrukturisasi,” kata Aria, dalam Webinar Diskursus Kepailitan dan PKPU yang diselenggarakan Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) di Jakarta Senin (25/9/2023).

Baca juga: Menakar Untung-Rugi Nasabah di Tengah PKPU dan Proses Likuidasi Wanaartha Life

Pakar Hukum PKPU dan Kepailitan Teddy Anggoro menyoroti, banyaknya perkara kepailitan dan PKPU karena perusahaan-perusahaan masih terbebani utang buntut dari pandemi.

Tapi, PKPU dan kepailitan kini juga dijadikan upaya untuk mengambil alih aset debitur secara ilegal.

“PKPU dan kepalilitan bukan hal baru. Namun sekarang bisa mengarah ke moral hazard, misalnya tidak suka dengan pesaing, orang dengan mudah mendapatkan aset dari pesaingnya dengan harga yang murah,” ujar Teddy.

Ia menambahkan, dengan maraknya pengajuan PKPU dan Kepailitan, banyak juga penerapan hukum yang tidak tepat. Bukan karena undang-undangnya, tapi karena oknum-oknumnya.

Teddy mencontohkan, debitur pailit baik perorangan maupun berbadan hukum (perusahaan) tidak bisa diajukan PKPU kepada ahli warisnya. “Itu tidak ada jalur hukumnya. PKPU tidak diturunkan,” ujarnya.

Baca juga: Startup Tanihub Digugat PKPU

Praktisi Hukum Damianus Renjaan menambahkan soal perkara ini. Menurut dia, ahli waris tidak dapat di-PKPU karena tidak ada dasar hukumnya di undang-undang kepailitan. Jika dipaksakan, hal itu berpotensi menjadi dasar yang bisa digunakan oleh siapapun untuk merugikan masyarakat.

“Bagaimana perlindungan hukum bagi ahli waris yang tidak mengetahui perjanjian yang dibuat pewaris?" kata Damian.

Kasus yang ditangani Damian sendiri, yakni permohonan PKPU dengan Termohon Ery Said, putra tunggal almarhum Eka Rasja Putra Said (Preskom PT Krama Yudha), dan cucu pendiri PT Krama Yudha H Sjarnoebi Said.

Baca juga: Garuda Indonesia: Proses PKPU Berakhir Damai

Halaman:


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Saham GOTO Malah Anjlok Setelah TikTok Resmi Masuk Tokopedia, Ini Sebabnya Kata Analis

Saham GOTO Malah Anjlok Setelah TikTok Resmi Masuk Tokopedia, Ini Sebabnya Kata Analis

Whats New
Per November 2023, Pemerintah Kantongi Rp 16,24 Triliun dari Pajak Digital

Per November 2023, Pemerintah Kantongi Rp 16,24 Triliun dari Pajak Digital

Whats New
TikTok Shop Buka Lagi, Manajemen Surati Mantan 'Seller' untuk Kembali Berjualan

TikTok Shop Buka Lagi, Manajemen Surati Mantan "Seller" untuk Kembali Berjualan

Whats New
Wujudkan Indonesia Maju 2045, PT PII Dukung Pembangunan Infrastruktur Indonesia melalui Skema Creative Financing

Wujudkan Indonesia Maju 2045, PT PII Dukung Pembangunan Infrastruktur Indonesia melalui Skema Creative Financing

Whats New
TikTok-GoTo Resmi Berkongsi, Menkop: Jangan Jual Barang Impor Ilegal

TikTok-GoTo Resmi Berkongsi, Menkop: Jangan Jual Barang Impor Ilegal

Whats New
Cak Imin Kritik Kartu Prakerja, Manajemen: Kita Tidak Melatih Orang Menonton YouTube

Cak Imin Kritik Kartu Prakerja, Manajemen: Kita Tidak Melatih Orang Menonton YouTube

Whats New
Efisiensi Logistik lewat Teknologi Digital, Manfaat dan Tantangannya

Efisiensi Logistik lewat Teknologi Digital, Manfaat dan Tantangannya

Whats New
Budaya Kerja Positif Kunci Sukses Perusahaan

Budaya Kerja Positif Kunci Sukses Perusahaan

Whats New
Digitalisasi Berkembang Pesat, Ini Kiat untuk Menguatkan Keamanan Cloud

Digitalisasi Berkembang Pesat, Ini Kiat untuk Menguatkan Keamanan Cloud

Whats New
Tips Memilih Produk Asuransi dari OJK, Ini yang Harus Diperhatikan

Tips Memilih Produk Asuransi dari OJK, Ini yang Harus Diperhatikan

Earn Smart
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Puncak Shopee 12.12 Birthday Sale Hadirkan Live Flash Sale Motor hingga Mobil Cuma Rp 12.000, Ini Rinciannya

Puncak Shopee 12.12 Birthday Sale Hadirkan Live Flash Sale Motor hingga Mobil Cuma Rp 12.000, Ini Rinciannya

Whats New
Resmi Kerja Sama, TikTok Suntik Rp 23,4 Triliun ke GoTo

Resmi Kerja Sama, TikTok Suntik Rp 23,4 Triliun ke GoTo

Whats New
Kemelut Ekonomi Tiongkok

Kemelut Ekonomi Tiongkok

Whats New
Resmi, GoTo dan TikTok Sepakati Kerja Sama

Resmi, GoTo dan TikTok Sepakati Kerja Sama

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com