Paling tidak ada dua argumen. Pertama, sentra produksi pangan ada di dataran pantai umumnya tidak diusahakan pada musim kemarau karena mengalami kekeringan.
Kedua, beda tinggi antara lahan sawah tertinggi ke Pantai maksimum 25 meter, sehingga dapat dengan mudah dan murah dialirkan ke hulu, kemudian dialirkan secara gravitasi ke hilir.
Jika desalinasi air laut bisa dilakukan, maka lahan sawah di Pantai utara Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang luasnya mencapai lebih 500.000 hektare dapat menghasilkan panen gadu.
Artinya panen musim kemarau dipastikan produktivitasnya bisa mencapai 7-8 ton dengan biaya produksi murah, karena serangan hama dan penyakit rendah, biaya pestisida rendah serta harga jual gabahnya tinggi.
Jika 500.000 hektare bisa berproduksi 7-8 ton/hektare, maka bisa menghasilkan 3,5-4 Juta gabah dan impor beras bisa dipenuhi dari lahan kering yang diirigasi dari desalinasi air laut.
Kalau musim kemarau berlangsung sekitar 6 bulan, maka Indonesia bisa menghasilkan dua kali panen, sehingga mampu menghasilkan 7-8 juta ton gabah kering panen, sehingga Indonesia akan terbebas dari impor beras yang sudah kronis dan menahun.
Bahkan sebaliknya Indonesia bisa menjadi negara pengekspor beras yang membanggakan.
Pertanyaan selanjutnya, apa yang harus dilakukan pemerintah agar Indonesia mencapai kedaulatan pangan utamanya beras? Modernisasi Bulog jawabnya.
Bulog harus dimodernisasi manusianya, infrastruktur bisnis dan bisnis prosesnya, agar mampu menjadi pengendali cadangan pangan utamanya beras nasional.
Pengeringan dan penggilingan padi serta Silo yang terintegrasi harus dilakukan untuk meningkatkan rendemen gabah ke beras, meningkatkan diversifikasi produk turunan gabah, sehingga nilai tambah petani dapat dimaksimalkan serta tentu diikuti dengan menekan biaya penyimpanan.
Bulog harus sungguh-sungguh menyerap gabah saat panen raya bulan Maret-April minimal 80 persen stok nasional.
Argumennya, saat puncak panen raya, pasokan melimpah, harga anjlok, sehingga pembelian Bulog dapat meningkatkan harga gabah di pasaran.
Bulog dapat mengeringkan dan disimpan di silo, sebagai cadangan untuk operasi pasar saat paceklik panen.
Audit BPK yang ketat dan pengawasan DPR yang memadai dapat menjadi pemacu Bulog menyerap gabah pada musim panen raya.
Selanjutnya panen kedua, Bulog dapat menyerap 20 persen, karena harga relatif lebih tinggi.
Bagi pemerintahan baru, Presiden dapat menggabungkan Menteri Pertanian merangkap Kepala Bulog, sehingga tidak ada alasan saling melemahkan tentang serapan gabah Bulog yang rendah akibat produksi padi nasional menurun atau sebaliknya produksi gabah tinggi, tetapi Bulog tidak mau menyerap dan memilih impor.
Jika itu terjadi, maka polemik tanpa ujung dapat dihentikan, karena bisa dimintakan pertanggungjawaban kepada seorang.
*Gatot Irianto, Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian
Laras Wuri Dianingrum, Advisory Board IFRI dan Peneliti IFRI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.