Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gatot Rahardjo
Pengamat Penerbangan

Pengamat penerbangan dan Analis independen bisnis penerbangan nasional

Kebangkitan Semu Industri Penerbangan Indonesia

Kompas.com - 04/10/2023, 05:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di sisi lain, penumpang bisa mendapat kompensasi lebih jika layanan yang didapat tidak sesuai, seperti pesawat terlambat (delay), barang rusak atau hilang, dan sebagainya.

Produk "perishable"

Jasa penerbangan juga bisa dikategorikan sebagai produk perishable. Hitung-hitungan untung rugi pada dasarnya adalah pada satu kali operasional penerbangan.

Jika dalam satu penerbangan itu jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya operasional, maka tentu saja rugi.

Pendapatan dari operasional pesawat didapat dari jumlah penumpang dikalikan harga tiket. Bisa juga ditambah dari pendapatan angkutan kargo, iklan, penjualan produk sampingan di atas pesawat dan lainnya.

Jadi jika tidak mau rugi, maka harga tiket akan disesuaikan dengan jumlah penumpang yang diangkut.

Namun kembali lagi bahwa tiket pesawat bersifat perishable. Tiket harus terjual sebelum penerbangan dilakukan.

Dengan demikian, waktu penjualan sangat terbatas. Jika tidak terjual, maka pendapatan akan kosong. Untuk itu maskapai akan sekuat tenaga menjual tiket.

Jika jumlah penumpang banyak dan persaingan sedikit, secara teori tentu lebih mudah menjual tiket. Namun jika penumpang terbatas dan terdapat persaingan ketat, tentu penjualan tiket juga lebih sulit, tergantung pintar-pintarnya maskapai tersebut.

Maskapai memang bisa memakai akumulasi atau subsidi silang rute yang rugi dengan rute menguntungkan. Atau melakukan efisiensi pada proses kerjanya.

Namun pada akhirnya, maskapai juga akan kembali pada akarnya, sehingga akan menutup rute-rute yang tidak menguntungkan dan mengalihkan pesawatnya ke rute menguntungkan.

Pengaturan pemerintah

Satu contoh lagi yang membedakan industri penerbangan dengan industri lainnya adalah adanya pengaturan tarif tiket oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan.

Tarif ini merupakan komponen terbesar dari harga tiket, sehingga bisa dikatakan tarif adalah harga tiket itu sendiri sebelum ditambah biaya layanan bandara dan pajak. Harga tiket akan dievaluasi sesuai ketentuan yang berlaku.

Saat ini, pengaturan harga tiket pesawat terdapat di Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 20 tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Dalam aturan ini, harga tiket pesawat ditentukan batas atas (TBA) dan batas bawah (TBB) berdasarkan layanan yang diberikan. Maskapai tidak boleh menjual di atas TBA atau di bawah TBB.

TBA dipakai untuk melindungi penumpang dari harga tinggi. Sedangkan TBB untuk melindungi maskapai agar tidak saling perang tarif.

Formulasi penentuan tarif berdasarkan biaya operasional pesawat yang banyak dioperasionalkan oleh maskapai dengan layanan maksimal.

Untuk pesawat jet, berdasarkan pesawat jenis Boeing 737 series atau Airbus A320 series. Sedangkan untuk pesawat propeller berdasarkan pesawat ATR 72.

Perhitungan biaya dari pesawat-pesawat tersebut kemudian diperhitungkan sebagai 95 persen dari tarif dasar batas atas untuk pesawat jet, sehingga ada margin keuntungan 5 persen. Sedangkan untuk pesawat propeller perhitungannya mencapai 100 persen.

Selanjutnya dari total biaya dan margin keuntungan tersebut akan dibagi dengan faktor muat 65 persen untuk jet dan 70 persen untuk propeller.

Artinya, jika maskapai menjual tiket jet di titik TBA dan jumlah penumpangnya mencapai 65 persen, maka akan mendapat keuntungan 5 persen. Sedangkan untuk propeller, jika menjual tiket TBA dan penumpang 70 persen, baru akan impas.

Tarif dasar ini kemudian akan dikalikan dengan jarak masing-masing rute. Misalnya, satu rute jaraknya 1000 km, maka tarif dasar tersebut akan dikalikan 1000 sehingga menjadi TBA.

Operasional berbeda

Sayangnya, dalam operasional di lapangan, tidak mudah menerapkannya. Siklus operasional penerbangan pesawat tidak sama dengan moda transportasi lain seperti mobil, bus, kereta dan sebagainya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com