Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INDEF Insight
Riset

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) adalah lembaga riset independen dan otonom yang berdiri pada Agustus 1995 di Jakarta. Aktivitas Indef antara lain melakukan riset dan kajian kebijakan publik, utamanya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Kajian Indef diharapkan menciptakan debat kebijakan, meningkatkan partisipasi dan kepekaan publik pada proses pembuatan kebijakan publik. Indef turut berkontribusi mencari solusi terbaik dari permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia.

Rasionalkah Program Unggulan Para Bakal Calon Presiden?

Kompas.com - 07/10/2023, 15:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Program seperti ini jamak ditemukan di negara lain, yaitu makan siang disediakan sekolah. Problemnya, jumlah peserta didik di Indonesia sangat besar.

Data pokok pendidikan nasional pada Oktober 2023 mencatat setidaknya ada 53.127.098 peserta didik, mulai dari jenjang PAUD hingga SMA/SMK.

Dengan asumsi biaya makan siang sebesar Rp 15.000 per hari, setidaknya butuh Rp 796 miliar per hari atau anggaran Rp 192 triliun dalam setahun bagi seluruh peserta didik.

Baca juga: Prabowo Mau Gratiskan Makan Siang dan Susu Anak Sekolah Bila Terpilih

Anggaran tersebut dihitung untuk 22 hari efektif per bulan dalam kurun 11 bulan, dengan tidak menghitung periode libur sekolah.

Sebagai catatan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun 2024, uang makan PNS ditetapkan mulai Rp 18.000 hingga Rp 25.000 per orang per hari.

Apakah mungkin anggaran untuk makan siang sebesar Rp 192 triliun dimasukkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan?

Rasanya juga aneh apabila anggaran makan siang siswa lebih besar dari belanja pegawai guru. Ini belum lagi anggaran susu untuk siswa yang jumlahnya juga akan sedemikian besar.

Skenario optimistis: pajak dan utang digenjot

Optimisme program unggulan calon presiden pada akhirnya diletakkan pada dua komponen yang selalu menjadi tumpuan berapa pun kebutuhan belanja di atas.

Pertama, seberapa jauh penerimaan negara, khususnya pajak, dapat digenjot sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara dalam jangka panjang.

Baca juga: Soroti Tren Penurunan Lifiting Migas, Sri Mulyani: Berdampak ke Investasi hingga Pendapatan Negara

Kedua, seberapa jauh defisit anggaran dipertahankan melebar pada level 3 persen PDB atau kalau perlu diperlebar di atas 3 persen PDB.

Cara untuk memperlebar defisit anggaran adalah dengan mengubah UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara atau membuat UU ad hoc yang memasukkan klausul mendesak pada UU APBN.

Tapi, apakah itu mungkin?

Bila kita lihat lebih mendalam lagi, perhitungan Kemenkeu (2023) mendapati, pendapatan negara pada jangka menengah diproyeksikan terus meningkat hingga dapat mencapai kisaran 12,42–12,99 persen dari PDB pada 2027.

Baca juga: Jokowi Targetkan Pendapatan Negara Tembus Rp 2.781,3 Triliun

Di dalamnya terdapat penerimaan perpajakan hingga 2027 yang diperkirakan mencapai 10,31-10,77 persen PDB. Asumsinya, pertumbuhan ekonomi setidaknya berada pada rentang 5,7-6,4 persen pada 2027.

Dari situ, pendapatan negara yang bisa dihitung pada 2027 berada pada rentang Rp 2.769 triliun hingga Rp 2.921 triliun. Kemudian dengan batas deficit fiscal yang diperbolehkan sebesar 2,8 persen PDB maka akan ada ruang penambahan utang yang berada pada rentang Rp 624 triliun hingga Rp 629 triliun pada tahun yang sama.

Artinya, total belanja negara pada 2027 berada pada rentang Rp 3.393 triliun hingga Rp 3.550 triliun. Ruang gerak fiskal bakal calon presiden hingga 2027 berada pada rentang tersebut.

Dengan skenario belanja negara yang naik hanya 8-9 persen, apakah alokasi itu dapat membiayai beragam program-program presiden yang naiknya lima kali lipat dibanding sekarang?

Upaya lain yang mungkin dilakukan adalah mengerek penerimaan pajak hingga 12-13 persen melalui tax amnesty, teknologi perpajakan, dan perluasan basis pajak. Namun, bagaimana perhitungannya?

Baca juga: Sistem CTAS Diharapkan Mampu Mudahkan Wajib Pajak dan Dorong Penerimaan Negara

Dengan cara yang sama, kenaikan belanja negara pada 2024 hingga 2027 hanya meningkat 20-24 persen, setara sekitar Rp 3.700 triliun hingga Rp 4.052 triliun.

Lagi-lagi ini menjadi pertanyaan mendasar, apakah mungkin dijalankan pendanaan program yang naiknya bisa lima kali lipat sementara anggaran anggaran pendidikan dengan budget sesuai peraturan perundangan setidaknya 20 persen APBN pun hanya berkisar Rp 754 triliun hingga Rp 810 triliun pada 2027?

Jelas tidak mungkin membiayai tambahan kenaikan gaji guru yang menghabiskan seluruh anggaran pendidikan tersebut.

Mungkin upaya lain yang dilakukan adalah menambah utang, memakai skenario revisi UU. Misal, batas atas dinaikkan menjadi 4 persen dan penerimaan pajak digenjot hingga 12-13 persen maka akan terjadi kenaikan belanja negara antara 28-32 persen.

Baca juga: Utang Pemerintah Kembali Meningkat, per Agustus Capai Rp 7.870,35 Triliun

Dengan perhitungan yang sama, diperoleh belanja negara di kisaran Rp 4.038 triliun hingga Rp 4.322 triliun. Untuk alokasi dana pendidikan sebesar 20 persen maka anggaran pendidikan menjadi kisaran Rp 807 triliun hingga Rp 864 triliun.

Artinya kenaikan gaji guru yang sebesar Rp 874 triliun dan program makan siang sebesar Rp 192 triliun sangat tidak mungkin juga dilakukan, baik menggunakan skenario peningkatan pajak maupun penambahan utang secara bersamaan.

Tidak elok pula rasanya gaji guru dan makan siang gratis dibiayai dengan penambahan utang.

Sama halnya juga bagi dana desa yang alokasi pada APBN 2024 sebesar Rp 71 triliun dengan pertumbuhan 5 persen per tahun.

Menggunakan asumsi optimistis sekalipun, anggaran dana desa hanya akan mencapai Rp 82,1 triliun atau per desa akan ada kenaikan dana desa dari Rp 974 juta menjadi Rp 1,096 miliar saja.

Kalaupun utang diperlebar dan pajak digenjot seperti penjelasan di atas maka akan diperoleh dana desa maksimal sebesar Rp 1,25 miliar per desa.

Baca juga: DPR Sahkan APBN 2024 Senilai Rp 3.325 Triliun

Dengan demikian, sangat tidak mungkin anggaran dana desa bisa mencapai Rp 5 miliar per desa, baik dengan skenario kenaikan pajak maupun penambahan utang.

Rasionalisasi program unggulan

Janji bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden adalah hal yang ditunggu-tunggu masyarakat. Seperti halnya janji Presiden Amerika Serikat, baik Barrack Ombama maupun Joe Bidden, yang mengandalkan penambahan utang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com