KOMPAS.com - Semenjak dipimpin oleh Gibran Rakabuming Raka, pembangunan di Kota Solo semakin berkembang pesat. Di bawah kepemimpinan anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu, daerah dengan nama resmi Surakarta ini terus berbenah.
Tercatat sejak dua tahun terakhir, banyak proyek pemerintah pusat melalui APBN yang digarap di Kota Solo. Dengan luas wilayah yang hanya sekitar 44 kilometer persegi tersebut, masifnya pembangunan di berbagai sudut kota sangat terasa.
Kondisi pembangunan infrastruktur besar-besaran di Kota Solo ini bisa dibilang sangat kontras apabila dibandingkan kawasan lain di Solo Raya seperti Kabupaten Boyolali, Sragen, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, dan Wonogiri.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berujar belanja pemerintah pusat yang terbilang sangat besar di Kota Surakarta bisa saja mengarah pada indikasi nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan.
Baca juga: Dipimpin Gibran, Kota Solo Kebanjiran Proyek Pusat, Ini Deretannya
"Termasuk indikasi penyalahgunaan kekuasaan dan nepotisme karena ada preferensi khusus dari pembangunan dengan BUMN atau belanja pemerintah pusat masuk ke infrastruktur di daerah yang kepala daerahnya memiliki kedekatan hubungan keluarga," kata Bhima dikonfirmasi, Sabtu (21/10/2023).
Dua instansi pusat yang paling banyak menggelontorkan anggarannya ke Kota Surakarta adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Selain itu, pembangunan dengan nilai anggaran yang cukup besar datang dari BUMN. Menurut Bhima, alokasi anggaran dari pusat ke Solo menciptakan kesan daerah ini sangat diistimewakan dan membuat iri daerah lainnya.
Padahal, banyak kepala daerah yang kinerjanya cukup bagus, namun pembangunannya infrastrukturnya minim lantaran keterbatasan anggaran APBD.
Baca juga: Kritik Solo Kebanjiran Proyek APBN di Era Gibran
"Bisa buat ketimpangan antara Solo dengan daerah Jawa Tengah lainnya," ungkap Bhima.
Menurut analisanya, ketimpangan anggaran dari pusat untuk Solo dan daerah lainnya bisa dilihat dari kontribusi sektor konstruksi dalam menyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Di mana sejatinya apabila dibedah lebih dalam, kontribusi uang APBN dari pemerintah pusat terhadap PDRB Kota Surakarta tersebut sangat signifikan.
"Dampaknya kan terjadi kenaikan kontribusi sektor konstruksi menjadi 26 persen terhadap PDRB Solo di 2022. Padahal besarnya kontribusi sektor konstruksi infrasturktur bukan berasal dari belanja pemerintah Solo," ungkap Bhima.
Ia menyoroti belanja dalam APBD Kota Surakarta yang hanya naik 0,96 persen, namun di sisi lain pembangunan infrastruktur fisik di kota kampung halaman Jokowi tersebut terbilang masif.
Baca juga: Kota Solo Era Gibran Diguyur Proyek Pusat, Ekonom: Jangan Cepat Bangga
"Di tahun yang sama belanja pemerintah Solo cuma naik 0,96 persen year on year. Artinya uang untuk bangun infrastruktur berasal dari luar Solo, indikasi pakai banyak dana BUMN dan APBN pusat.
Beberapa proyek yang didanai pemerintah pusat dan BUMN antara lain pembangunan Rel Layang Simpang Joglo, revitalisasi Taman Balekambang, revitalisasi Pasar Jongke, dan revitalisasi Pasar Mebel Gilingan.