Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Basuki Bantah Anak Emaskan Solo dengan Infrastruktur Pusat

Kompas.com - Diperbarui 26/10/2023, 18:39 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Semenjak dipimpin oleh Gibran Rakabuming Raka, pembangunan di Kota Solo semakin berkembang pesat. Di bawah kepemimpinan anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu, daerah dengan nama resmi Kota Surakarta ini terus berbenah.

Tercatat sejak dua tahun terakhir, banyak proyek pemerintah pusat melalui APBN yang digarap di Kota Solo. Dengan luas wilayah yang hanya sekitar 44 kilometer persegi tersebut, masifnya pembangunan di berbagai sudut kota sangat terasa.

Kondisi pembangunan infrastruktur besar-besaran di Kota Solo ini bisa dibilang sangat kontras apabila dibandingkan kawasan lain di Solo Raya seperti Kabupaten Boyolali, Sragen, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, dan Wonogiri.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono membantah kalau Kota Solo dianakemaskan dengan proyek-proyek infrastruktur dari pemerintah yang didanai APBN.

Baca juga: Kritik Solo Kebanjiran Proyek APBN di Era Gibran

"Enggak kalau dianakemaskan enggak, banyak (proyek pusat) di mana-mana, semua," ucap Basuki dikutip dari Antara, Kamis (26/10/2023).

Basuki mengungkapkan, kalaupun kebetulan ada beberapa proyek infrastruktur yang dikerjakan pemerintah pusat di kota tersebut, hal itu murni karena memang dikerjakan berbarengan saja, di mana proyek-proyek APBN tersebut memang berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat.

"Kalau ada beberapa program di situ, ya memang pas ada di situ, tapi tidak ada namanya karena prioritas. Ya memang kebutuhan," beber Basuki.

Menurut Basuki, proyek pembangunan infrastruktur pemerintah pusat di daerah selama ini selalu didahului kajian serta memiliki landasan kuat sebelum dikerjakan.

Baca juga: Dipimpin Gibran, Kota Solo Kebanjiran Proyek Pusat, Ini Deretannya

Ia mencontohkan, Kementerian PUPR saat ini tengah merevitalisasi pasar di Kota Solo di antaranya Pasar Jongke dengan pagu Rp 135 miliar dan Pasar Legi dengan biaya Rp 104,3 miliar.

Sementara satu pasar lainnya yakni Pasar Mebel Gilingan, didanai pemerintah pusat melalui Kementerian Perindustrian dengan pagu Rp 50,8 miliar.

"Pasar di mana-mana, ada berapa puluh pasar di Indonesia ini, jadi kayak pasar di Lampung, di Padang ada dua, di Maluku, di Klaten, di Yogyakarta," beber Basuki.

"Kalau pasar memang program APBN, Pasar Batu (Jawa Timur) itu lebih bagus daripada Pasar Legi (Solo). Trenggalek lebih bagus, malah jadi model untuk dipakai di mana-mana," kata dia lagi.

Baca juga: Intip Kekayaan Gibran Rakabuming, Wali Kota Solo Berusia 36 Tahun

Menuai kritik

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berujar belanja pemerintah pusat yang terbilang sangat besar di Kota Surakarta bisa saja mengarah pada indikasi nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan.

"Termasuk indikasi penyalahgunaan kekuasaan dan nepotisme karena ada preferensi khusus dari pembangunan dengan BUMN atau belanja pemerintah pusat masuk ke infrastruktur di daerah yang kepala daerahnya memiliki kedekatan hubungan keluarga," kata Bhima dikonfirmasi.

Dua instansi pusat yang paling banyak menggelontorkan anggarannya ke Kota Surakarta adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com