Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sumarjo Gatot Irianto
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian/Presiden Komisaris PT Berdikari (Persero)

Mendongkrak Pendapatan Petani

Kompas.com - 01/11/2023, 11:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Gatot Irianto dan Muhrizal Sarwani*

SECARA faktual nasib petani makin tragis. Sumber airnya menurun, saluran irigasinya banyak yang rusak, pupuk mahal dan alokasinya makin terbatas, harga pestisida melambung, biaya tenaga kerja makin mahal, sementara saat panen raya harganya jeblok.

Petani tidak berdaya karena harga dikendalikan tengkulak. Bulog yang seharusnya menyerap gabah petani saat harga jatuh, tidak melakukan tugasnya dengan maksimum.

Bulog faktanya lebih banyak mengandalkan pengadaan harga gabah kepada pihak ketiga ketimbang turun langsung membeli gabah petani.

Implikasinya, “oknum Bulog” dan pihak ketiga mitra Bulog makin kaya, petani merana dan menderita karena tidak berdaya menghadapi eksploitasi dirinya.

Kita mencatat, semua negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Uni Eropa, Amerika Serikat, Brazil, sektor pangannya sangat kuat.

Fakta Sejarah juga menunjukkan, perang Sultan Agung melawan Belanda di Batavia dikalahkan dengan membakar lumbung padi sepanjang pantura.

Pertanyaan mendasarnya, bagaimana cara praktikal untuk meningkatkan pendapatan petani, agar nasib dan masa depan mereka lebih menjanjikan.

Jawaban yang merupakan kunci pemecahan masalahnya adalah penurunan biaya produksi, peningkatan produktivitas dan optimalisasi pascapanen dan pengolahan hasil.

Reduksi biaya produksi

Masalah biaya produksi harus diselesaikan secara fundamental oleh pemerintah melalui kebijakan dan petani melalui optimalisasi penggunaan input dan tenaga kerja.

Salah satu penyebab mahalnya biaya kerja, yaitu: upah tenaga kerja yang terus meningkat sejalan dengan kenaikan upah minimum regional (UMR) baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Penggunaan tenaga kerja manual yang belum berhasil dikurangi, menyebabkan beban biaya produksi dari tenaga kerja sangat besar.

Artinya terjadi inefisiensi dalam alokasi dan penggunaan tenaga kerja, sehingga tanpa terobosan alat mesin, maka harga beras Indonesia sangat mahal, dibandingkan produk kompetitornya.

Kalau harganya sangat mahal, maka suka atau tidak akan masuk beras impor secara besar-besaran dan petani lagi-lagi menjadi korbannya.

Otomatisasi dalam budidaya pertanian, penggunaan artificial intelligence terutama untuk budi daya padi sangat diperlukan agar mampu mereduksi curahan tenaga kerja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada 'Pertek' Tak Ada Keluhan yang Masuk

Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada "Pertek" Tak Ada Keluhan yang Masuk

Whats New
Tidak Ada 'Black Box', KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Tidak Ada "Black Box", KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Whats New
Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Whats New
Gandeng Binawan, RSUP dr Kariadi Tingkatkan Keterampilan Kerja Tenaga Kesehatan

Gandeng Binawan, RSUP dr Kariadi Tingkatkan Keterampilan Kerja Tenaga Kesehatan

Whats New
Stok Beras Pemerintah Capai 1,85 Juta Ton

Stok Beras Pemerintah Capai 1,85 Juta Ton

Whats New
Luncurkan Starlink di Indonesia, Elon Musk Sebut Ada Kemungkinan Investasi Lainnya

Luncurkan Starlink di Indonesia, Elon Musk Sebut Ada Kemungkinan Investasi Lainnya

Whats New
Lahan Kering di RI Besar, Berpotensi Jadi Hutan Tanaman Energi Penghasil Biomassa

Lahan Kering di RI Besar, Berpotensi Jadi Hutan Tanaman Energi Penghasil Biomassa

Whats New
Riset IOH dan Twimbit Soroti Potensi Pertumbuhan Ekonomi RI Lewat Teknologi AI

Riset IOH dan Twimbit Soroti Potensi Pertumbuhan Ekonomi RI Lewat Teknologi AI

Whats New
Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Whats New
IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

Whats New
Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Whats New
Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Whats New
Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Whats New
KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

Whats New
Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com