Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Ritel Risau Marak Seruan Boikot Imbas Sentimen Israel

Kompas.com - 15/11/2023, 20:22 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Ketum Aprindo) Roy Nicholas Mandey berharap konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel tidak mengorbankan hak konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi produk tertentu.

Roy mengatakan, Aprindo sangat mengapresiasi dan mendukung usaha-usaha perdamaian yang dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian, pihaknya meminta agar hak konsumen untuk memilih, membeli dan mendapatkan produk tidak dikorbankan.

"Ketika hak itu tidak tercapai, lalu mereka harus bagaimana? Apakah harus menggantikan, tapi kalau tidak cocok bagaimana dan menimbulkan efek lainnya," ujar Roy dalam jumpa pers Aprindo di Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu (15/11/2023).

"Jadi membeli, mengkonsumsi itu hak konsumen, hak masyarakat, untuk itu perlu dilindungi, dijaga marwahnya," kata dia lagi.

Baca juga: Danone Buka Suara Tanggapi Seruan Boikot Aqua

Diketahui, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel ke Palestina hukumnya haram.

Umat Islam juga diminta semaksimal mungkin menghindari transaksi ataupun menggunakan produk Israel dan yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan.

Roy menekankan, Aprindo tidak pernah menentang fatwa dari MUI maupun membela jenama-jenama yang terkait dengan Israel. Menurut Roy, dalam hal ini Aprindo berusaha untuk menjaga hak dari konsumen.

"Kita dukung perdamaian, jaga hak konsumen yang terus memenuhi kebutuhan pokoknya setiap hari dan pemerintah harus hadir," ungkap Roy.

Baca juga: Coca-Cola RI Tanggapi Seruan Boikot gara-gara Dituding Pro Israel

"Pemerintah harus bicara gimana langkah-langkah ini tidak membiarkan yang sifatnya jadi enggak comfort, karena pelaku usaha tidak punya wewenang seperti pemerintah," kata Roy.

Lebih lanjut, Roy menjelaskan, pemboikotan produk yang terafiliasi dengan Israel, dalam jangka menengah dan panjang dapat memberikan dampak pada produsen atau suplier yang memiliki pabrik di Indonesia.

Saat produksi produk dari suplier tertentu berkurang dan berhenti, maka akan memberikan dampak pada pengurangan tenaga kerja.

"Begitu tergerus produsennya atau supliernya, divestasi misalnya, pertumbuhan pasti enggak terjadi, bahkan pelaku usaha tidak mau melakukan ini, yaitu pengurangan tenaga kerja atau PHK. Jadi hubungannya sangat langsung," kata Roy.

Baca juga: Mahalnya Iron Dome, Teknologi Israel Penghalau Roket Hamas

Respon Kemenperin

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan bahwa selaku pembina industri nasional, tidak dalam posisi mendukung ataupun menolak gerakan boikot produk-produk tersebut.

Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan, Kemenperin fokus pada upaya pengetatan arus barang impor.

"Ranah Kemenperin adalah menjalankan kebijakan-kebijakan yang mendukung produktivitas dan daya saing sektor industri. Saat ini, fokus kami adalah langkah-langkah pengetatan arus barang impor untuk mendukung pengembangan pasar dalam negeri," kata Putu dalam keterangan tertulis.

Putu mengatakan, upaya perlindungan industri dalam negeri dari masuknya produk-produk impor terus digencarkan oleh pemerintah melalui pengetatan arus masuk barang impor, serta merombak aturan-aturan terkait tata niaga impor di dalam negeri.

Ia berharap pengetatan produk impor dapat mendorong peningkatan penggunaan produk-produk dalam negeri yang juga memiliki kualitas unggul.

"Hal ini agar industri kita semakin kuat dan produk-produknya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat," ujarnya.

Baca juga: Pantas Saja Israel Rakyatnya Makmur meski Tanpa Minyak, Apa Sebabnya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com