Pemerintah harus memastikan agar Perhubungan Laut tetap menjadi entitas yang memiliki tanggung jawab utama dalam mengawasi kapal di lautan, sambil tetap mempertimbangkan dinamika dan perkembangan terkini di sektor maritim.
Diperlukan juga partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta dan kalangan akademisi, sebagai langkah proaktif dalam merumuskan kebijakan yang sesuai.
Hal ini untuk memastikan implementasinya efektif, yang sejalan dengan peraturan Undang-Undang Pelayaran.
Upaya memperbaiki degradasi pemahaman Undang-Undang Pelayaran harus mencakup pula peningkatan kapasitas dan kompetensi di bidang perhubungan laut.
Peningkatan kapasitas ini dapat menjamin bahwa regulator dilengkapi dengan keterampilan, dan pengetahuan, yang diperlukan untuk menghadapi dinamika perubahan dalam industri pelayaran.
Aspek transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan regulator juga perlu ditekankan, dengan melibatkan masyarakat, termasuk asosiasi pelayaran, LSM, dan perwakilan industri maritim guna memantau dan menyuarakan kebijakan yang mendukung kepentingan bersama.
Hal tersebut bertujuan mencegah potensi penyalahgunaan kebijakan, atau pelaksanaan regulasi, yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan keberlanjutan.
Sehingga dalam jangka panjang, pemerintah harus mempertimbangkan revisi Undang-Undang Pelayaran agar mencerminkan perubahan dalam tuntutan industri dan norma-norma internasional.
Soalnya, dampak degradasi pemahaman Undang-Undang Pelayaran yang disebabkan oleh peran regulator yang tidak sesuai dengan bidang kompetensinya, menjadi perkara sangat serius terhadap sektor pelayaran Indonesia.
Keberlanjutan, keselamatan, dan daya saing industri dapat terancam jika pengawasan kapal di lautan tidak dilakukan oleh Regulator yang memiliki keahlian khusus dalam perhubungan laut.
Reformasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menjadi langkah esensial untuk menyesuaikan regulasi maritim dengan perkembangan zaman dan kebutuhan keamanan serta keberlanjutan.
Pemerintah perlu memusatkan perubahan pada definisi kapal sebagai alat transportasi, mengurangi persepsi kapal hanya sebagai jembatan, dan menggambarkan peran kapal secara lebih holistik dalam konteks industri maritim yang terus berkembang.
Aspek kunci dalam reformasi UU 17/2008 melibatkan pengenalan standar baru untuk keselamatan dan keamanan yang mencerminkan perkembangan teknologi dan tuntutan global.
Peraturan tersebut ditujukan untuk meningkatkan perlindungan terhadap kapal, awak, dan lingkungan maritim, sambil menyesuaikan diri dengan norma-norma internasional untuk memperkuat posisi Indonesia di tingkat global.
Reformasi ini bertujuan menciptakan lingkungan maritim yang lebih berkelanjutan, dengan komitmen pemerintah untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam regulasi pelayaran.