Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggito Abimanyu
Dosen UGM

Dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ketua Departemen Ekonomi dan Bisnis, Sekolah Vokasi UGM. Ketua Bidang Organisasi, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

Badan Supervisi BI, OJK, dan LPS

Kompas.com - 11/12/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AWAL Desember 2023, telah ditetapkan anggota Badan Supervisi (BS) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Badan Supervisi OJK dan LPS mengikuti jejak pendirian Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). Ketiga organ Badan Supervisi diproses dan ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2023-2028 mulai bekerja sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dan menjadi kepanjangan tangan DPR-RI dalam mengawasi lembaga pengatur dan pengawas sektor jasa keuangan (OJK) dan Lembaga penjamin (LPS) tersebut.

Sesuai dengan mandat hukumnya, DPR memang secara konstitusional berwenang melakukan pengawasan terhadap lembaga publik lainnya, dalam hal ini BI, OJK, dan LPS.

Pada hakikatnya, kontrol legislatif tersebut bertujuan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan melalui respons yang lebih besar terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat, sekaligus mengendalikan penyalahgunaan kekuasaan pemerintah melalui investigasi guna menjaga kinerja lembaga-lembaga negara.

Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Bank Indonesia (UUS nomor 3 tahun 2004) untuk membantu fungsi pengawasan DPR.

Pendirian Badan Supervisi bagi OJK dan LPS merupakan amanat dari UU 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

BSBI dibentuk melalui UU tentang Bank Indonesia pada 2004, yang juga memiliki peran sebagai penghubung Komisi XI DPR RI dengan Bank Indonesia.

Badan Supervisi BI, OJK dan LPS bertujuan membantu DPR melaksanakan fungsi pengawasan di ketiga Lembaga tersebut. Badan ini juga bertujuan meningkatkan kinerja, akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas kelembagaan.

BSBI, BS-PJK dan BS-LPS bertanggung jawab langsung kepada DPR dan terpisah dari struktur organisasi lembaga-lembaga tersebut.

Tugasnya sangat spesifik, Badan Supervisi menyampaikan tinjauan pengawasan terhadap kegiatan operasional dan keuangan kepada DPR setiap triwulan.

Badan Supervsi tidak melakukan evaluasi terhadap kinerja dan kebijakan Dewan Gubernur atau Komisioner. Apalagi evaluasi terhadap kebijakan moneter dalam Bank Indonesia, atau pengaturan dan pengawasan bank dan lembaga keuangan dalam hal OJK, dan Penjaminan Lembaga Keuangan dalam hal LPS.

Dalam hal pengawasan anggaran operasional lembaga fungsi dan tugas Badan Supervisi ada irisannya dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pengawasan keuangan juga dilakukan melalui audit Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI).

Laporan auditor disampaikan kepada DPR dan dipublikasikan melalui media massa.

Laporan keuangan tahunan BI, OJK dan LPS diaudit oleh BPK sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku bagi lembaga-lembaga tersebut.

Berdasarkan laporan audit BPK dalam beberapa tahun terakhir, BI, OJK dan LPS telah memperoleh opini wajar tanpa pengecualian dari BPK atas laporan keuangan tahunannya.

Setiap tahun, BI, OJK dan LPS menerbitkan Laporan Keuangan Tahunan setelah laporan auditor disampaikan kepada mereka.

Sementara dalam hal kebijakan teknis, ketiga lembaga tersebut merupakan lembaga independen yang tidak dapat diintervensi oleh lembaga lain.

Mereka melakukan koordinasi kebijakan secara regular dengan Pemerintah, dalam hal ini dengan Kementerian Keuangan.

Badan Supervisi tidak dapat melakukan intervensi atau hak lainnya dalam hal perumusan dan penetapan kebijakan dari ketiga institusi tersebut.

Jadi mengapa diperlukan lembaga lain seperti Badan Supervisi?

Sejarah Badan Supervisi

Badan Supervisi yang pertama, yakni BSBI lahir pada 2004, bersamaan dengan ditetapkannya UU Bank Indonesia nomor 3 tahun 2004.

Berawal dari buruknya tata Kelola dan kebijakan di Bank Indonesia pada waktu itu. Rupiah tidak stabil, inflasi tinggi, pengawasan bank lemah, skandal BLBI, krisis moneter dan terjadinya kasus-kasus korupsi di internal Bank Indonesia, khususnya menyangkut Gubernur dan Dewan Gubernur.

Untuk mengatasi masalah kemelut di Bank Indonesia, Pemerintah pada waktu itu mengusulkan perubahan fundamental di tubuh BI dengan membentuk Otoritas Jasa Keuangan dan Badan Supervisi di Bank Indonesia.

Pihak pimpinan BI menyetujui pembentukan OJK terpisah dari BI, namun menolak keberadaan Badan Supervisi di Bank Indonesia.

Alasannya adalah bahwa Bank Indonesia harus independen dalam perumusan kebijakan oleh Dewan Gubernur. Setelah pembahasan cukup lama, maka disepakati model BSBI yang merupakan alat kelengkapan dari DPR.

Uniknya BSBI tidak berada dalam organisasi Bank Indonesia dan juga tidak dalam organisasi DPR, namanya kepanjangan tangan DPR.

BSBI menjadi sangat mandul, apalagi kantor dan biaya operasional juga dari Bank Indonesia. Waktu itu DPR juga tidak siap untuk memanfaatkan keberadaan BSBI.

Pengawasan DPR bukan teknis dan rumit. Dan dalam hal pengawasan teknis dan kebijakan DPR dapat setiap waktu memanfaatkan hasil pengawasan dari BPK.

DPR menetapkan anggaran operasional Bank Indonesia setiap tahunnya. Untuk itulah BI memerlukan masukan dari BSBI. Kurang lebih itulah pembahasan mengenai perlunya BSBI waktu itu.

Belum selesai mendudukkan persoalan keberadaan BSBI, kini munculkan BS OJK dan BS LPS. Dengan keterbatasan kewenangan dan kedudukannya hampir pasti BS OJK dan BS LPS sama nasibnya seperti BSBI, dan bahkan akan menambah birokrasi dan biaya internal di tubuh lembaga-lembaga tersebut.

Namun begitulah terjadinya, keputusan politik dalam UU P2SK yang memang sulit dicerna maknanya, dan tiba-tiba muncul keberadaannya.

Yang jelas usulan keberadaan BS OJK dan BS LPS tidak terdapat dalam naskah akademik dan RUU P2SK dari Pemerintah. Keberadaannya merupakan kreativitas Komisi XI DPR, disetujui bersama antara DPR dan Pemerintah.

Melihat orang-orang atau anggota yang berada dalam tubuh BSBI, BSOJK dan BSLPS, bukanlah orang sembarangan dalam bidangnya masing-masing.

Bahkan bisa dianggap mereka semua personel yang over-qualify untuk pekerjaan tersebut. Apalagi sekarang ada anggota Badan Supervisi wakil dari Pemerintah.

Mudah-mudahan keberadaan Badan Supervisi bukan merupakan urusan bagi-bagi kue apalagi soal kepentingan non-teknis.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com