Dari sisi fiskal, belanja pajak disasarkan pada sektor-sektor yang tengah berupaya melakukan recovery, yaitu sektor-sektor yang mengalami dampak negatif akibat pandemi Covid-19 dan membutuhkan stimulus untuk meningkatkan kinerja dan daya saingnya.
Contoh sektor-sektor tersebut adalah sektor properti, UMKM, pariwisata, industri padat karya, dan sektor prioritas lainnya.
Belanja pajak juga disasarkan pada sektor-sektor rentan terhadap kondisi ekonomi yang volatilitasnya masih tinggi, yaitu sektor-sektor yang menghadapi risiko fluktuasi harga, permintaan, dan pasokan yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.
Contoh sektor-sektor tersebut adalah sektor pangan, energi, dan infrastruktur.
Dengan demikian, pendapatan ini menggambarkan bahwa pemerintah menggunakan belanja pajak sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal untuk menghadapi tekanan inflasi global, yang disebabkan kenaikan harga komoditas, pengetatan kebijakan moneter di negara-negara maju, dan pemulihan ekonomi global yang tidak merata.
Belanja pajak diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mendukung pencapaian target-target pembangunan nasional.
Dukungan fiskal juga diperuntukan bagi social safety net atau Bansos untuk 40 persen kelompok masyarakat dengan pendapatan paling bawah.
Kelompok rentan ini diperkuat dengan bantalan sosial APBN untuk memperkuat daya beli mereka menghadapi risiko inflasi.
Pemutakhiran data dan digitalisasi sistem distribusi BBM dan LPG, turut mendorong ketepatan sasaran subsidi, sehingga memperkuat daya beli kelompok 40 persen terbawah.
Dari sumber BPS dan Kemenkeu, dapat dilihat dari tahun 2004-2014, rata-rata peningkatan inflasi 7,29 persen.
Inflasi tertinggi era SBY terjadi pada 2005 sebesar 17,11 persen. Inflasi yang tinggi disebabkan kebijakan menaikan harga BBM.
Kenaikan harga BBM sebagai bentuk penyesuaian terhadap harga minyak dunia yang melesat hingga 150 dollar AS per barrel kala itu.
Penyesuaian harga BBM berdampak pada kenaikan biaya transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, serta harga-harga barang dan jasa lainnya.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan memberikan andil inflasi tertinggi sebesar 28,57 persen pada 2005.
Selain itu, kenaikan harga BBM juga meningkatkan ekspektasi inflasi masyarakat, yang berpengaruh pada perilaku konsumsi dan investasi.