Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prabowo: "Giant Sea Wall" Butuh Waktu Lebih dari 40 Tahun untuk Dirampungkan

Kompas.com - 10/01/2024, 17:04 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek pembangunan tanggul laut atau Giant Sea Wall diperkirakan membutuhkan waktu yang lama untuk diselesaikan. Sementara banyak masyarakat yang hidup dengan kualitas rendah akibat naiknya permukaan air laut.

Sebagai informasi, proyek Giant Sea Wall ini merupakan skenario jangka panjang pemerintah untuk memitigasi risiko bencana perubahan iklim di Pantai Utara Pulau Jawa (Pantura Jawa).

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan, pembangunan Giant Sea Wall di Indonesia kemungkinan akan rampung lebih dari 40 tahun.

Baca juga: Developer Ini Ikut Garap Proyek “Giant Sea Wall” senilai Rp 500 Triliun

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mendorong pembangunan giant sea wall atau tanggul laut raksasa di kawasan Pantai Utara (Pantura) Jawa  Hal itu disampaikan Prabowo dalam sambutannya saat seminar nasional soal strategi perlindungan Pulau Jawa di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Rabu (10/1/2024).KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA A Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mendorong pembangunan giant sea wall atau tanggul laut raksasa di kawasan Pantai Utara (Pantura) Jawa Hal itu disampaikan Prabowo dalam sambutannya saat seminar nasional soal strategi perlindungan Pulau Jawa di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Rabu (10/1/2024).

Perkiraan ini merujuk pada pembangunan 13 tanggul raksasa di Belanda yang dibangun secara bertahap pada 1953 selama 39 tahun.

"Saya yakin masalah Giant Sea Wall ini mungkin membutuhkan waktu 40 tahun sampai selesai, mungkin lebih. Pengalaman dari Belanda seperti itu 40 tahun," ujarnya saat membuka Seminar Nasional Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa, Melalui Pembangunan Tanggul Pantai Dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall) di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (10/1/2024).

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), estimasi total kebutuhan anggaran pembangunan Giant Sea Wall dan pengembangan kawasan serta penyediaan air baku dan sanitasi sebesar Rp 164,1 triliun dengan skema pendanaan melalui mekanisme Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Adapun proyek ini akan dikerjakan sampai 2040. Apabila laju penurunan tanah atau land subsidence tetap terjadi setelah 2040, maka konsep Tanggul Laut Terbuka akan dimodifikasi menjadi Tanggul Laut Tertutup.

Baca juga: Pemerintah Kaji Ulang Giant Sea Wall

Pembangunan tanggul di Tambaklorok, Kota Semarang, Jawa Tengah.KOMPAS.COM/Muchamad Dafi Yusuf Pembangunan tanggul di Tambaklorok, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Prabowo memperkirakan secara total proyek pembangunan Giant Sea Wall atau Tanggul Laut ini akan membutuhkan biaya hingga 60 miliar dollar AS atau Rp 930 triliun (kurs Rp15.500).

"Untuk fase pertama saja itu Rp 164 triliun, mungkin semuanya nanti yang saya dengar semuanya itu akan memakan 50 miliar hingga 60 miliar dollar AS, mungkin lebih," ucapnya.

Meskipun membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar, kata Prabowo, pembangunan Giant Sea Wall di Indonesia ini dibutuhkan untuk mengeluarkan masyarakat pesisir Pantura agar dapat hidup dengan kualitas hidup yang layak.

"Nanti selalu akan ada yang mengatakan apakah bisa? Ini masalahnya bukan apakah bisa atau tidak bisa, ini harus, kalau tidak, Pantai Utara tenggelam," kata dia.

Baca juga: Sebelum Giant Sea Wall Dibangun, Tampungan Air Harus Disiapkan

Sebab, perubahan iklim yang menyebabkan permukaan air laut naik dan abrasi menyebabkan banyak lahan pemukiman yang hilang terendam air. Meski begitu, tidak sedikit masyarakat yang tetap hidup di lahan-lahan yang terendam air tersebut.

"Tiap berapa tahun saya kampanye dan waktu saya kampanye saya kunjungi daerah-daerah itu dan saya lihat dari 2014 sampai sekarang kalau saya kunjungi keluarga-keluarga itu yang hidup di ruang tidur, di ruang makan, itu air setinggi lutut. Anak-anak mereka hidup di tengah air seperti itu di tengah lalat, nyamuk, dan sampah," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com