JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku usaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mempertanyakan strategi untuk mendongkrak rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio kepada para calon presiden (capres) 2024-2029.
Kadin Indonesia menilai, tax ratio Indonesia bergerak stagnan dan sudah tertinggal dari negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tax ratio Indonesia sebesar 10,21 persen pada 2023, turun dari tahun sebelumnya sebesar 10,39 persen.
Baca juga: Tax Ratio RI Turun Jadi 10,21 Persen pada 2023, Ini Penyebabnya
Lantas, bagaimana jawaban dari setiap capres ketika ditanya strategi mengerek tax ratio?
Capres nomor urut 1, Anies Baswedan, mengatakan, dirinya menargetkan dapat mengerek tax ratio sebesar 13 hingga 16 persen pada 2029, dengan sejumlah strategi ekstensifikasi dan intensifikasi.
"Saya rasa (target) ini lebih realistis dari yang dibahas di debat kemarin. Ini kita coba yang realistis," ujar dia dalam gelaran Debat Capres Bersama Kadin Indonesia, dikutip pada Senin (15/1/2024).
Anies menjelaskan, langkah pertama yang akan dilakukan ialah melalui reformasi kelembagaan penerimaan negara, dengan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) yang berada di bawah presiden langsung.
Baca juga: Tax Ratio Indonesia Ada di Bawah Rata-rata Negara Asia Pasifik
BPN nantinya akan dipisahkan dari Kementerian Keuangan yang akan berfokus dalam melakukan perbendaharaan negara.
"Ini dua hal yang berbeda, treasury dikelola tersendiri, penerimaan tersendiri," kata dia.
Kemudian, mantan Gubernur DKI Jakarta itu berencana melakukan modernisasi sistem digital pajak, dengan tujuan meminimalisasi intervensi pribadi ke dalam sistem perpajakan sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas.
"Semuanya akan mendapatkan perlakuan yang sama," ujarnya.
Baca juga: UU HPP Disahkan, Pengamat Dorong Perluasan Basis Pajak dan Dongkrak Tax Ratio
Terakhir, Anies berencana melakukan perluasan basis pajak dengan melakukan fiscal cadaster, atau sensus ulang terhadap lahan dan bangunan serta potensi pajak dari objek tersebut.
"Dengan melakukan fiscal cadaster akan ketahuan, mana yang sesungguhnya terlewat," kata dia.
Fiscal cadaster pernah dijalankan Anies ketika memimpin DKI Jakarta, di mana pada saat itu Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) mengerahkan orang untuk mendata kembali objek pajak di Ibu Kota.
"Sehingga kita punya data terbaru tentang kegiatan perekonomian yang ada di situ, bangunan yang mungkin ada di situ yang mungkin terlewatkan," ucapnya.
Baca juga: Pemerintah Dinilai Perlu Memperluas Tax Base dan Tax Ratio
Sementara itu, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto mengaku bingung tax ratio Indonesia bisa lebih rendah dari negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, bahkan Kamboja.
"Apa kita lebih bodoh? Atau apa masalahnya. Jadi if the can do it, we must also do it," katanya.
Menteri Pertahanan itu menekankan, perbaikan rasio pajak dapat dilakukan lewat kehendak atau political will untuk mengerek tax ratio lewat optimalisasi penerimaan negara.
Baca juga: Tingkatkan Tax Ratio, Menkeu Ingin Bayar Pajak Lebih Mudah dari Beli Pulsa
"Kita mau pisahkan badan penerimaan tersendiri supaya lebih efisien," ujarnya.
Pada saat bersamaan, Prabowo berencana memperluas basis pajak, sehingga pemerintah tidak hanya fokus menarik pajak dari wajib pajak yang memang sudah terdaftar dan taat melakukan pembayaran.
"Itu namanya yang sering disebut berburu di kebun binatang, itu tidak ada tantangan. Dan di ujungnya pengalaman banyak negara itu justru akan menimbulkan penggelapan pajak," tutur dia.
Terakhir, ia berupaya untuk meningkatkan akuntabilitas, sehingga dapat meminimalisir "kebocoran" setoran penerimaan negara dari para wajib pajak.
Baca juga: Prabowo Ingin Tax Ratio Jadi 16 Persen, Jokowi Sebut Bakal Shock Ekonomi
"Sasaran kita, (tax ratio) kita harus naik dari 12 persen, harus naik 5 persen atau 6 persen," ucapnya.
Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo menyebutkan, upaya mendongkrak tax ratio dapat dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.
Ganjar menekankan, intensifikasi dan ekstensifikasi bukan merupakan upaya pemerintah untuk memeras pelaku usaha atau wajib pajak dalam rangka mendongkrak penerimaan negara.
Mantan Gubernur Jawa Tengah itu bilang, dirinya sudah mendapatkan data-data terkait kinerja perpajakan Tanah Air dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, dan membahasnya bersama para pihak terkait.
Baca juga: Tax Ratio Rendah, Bisa Jadi Ini Penyebabnya
Dari data tersebut, Ganjar bilang, dirinya mengetahui "celah-celah" yang dapat dioptimalkan untuk mengerek pendapatan negara, sehingga tidak mengorbankan wajib pajak yang telah taat membayar kewajibannya.
"Ekstensifikasi dan intensifikasi by data agar ada special treatment pada masing-masing klaster," katanya.
Pada saat bersamaan, Ganjar berencana melanjutkan upaya pembenahan terhadap lembaga penerimaan negara, seperti DJP, yang pada tahun lalu sempat diterpa sejumlah kasus terhadap sejumlah pegawainya.
Baca juga: Kejar Tax Ratio 16 Persen, Penerimaan Negara Harus Tambah Rp 40 Triliun
"Cerita yang enggak enak itu, distrust itu. Ini mesti dibereskan," ucap Ganjar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.