Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ika Hapsari
Pegawai Negeri Sipil

Penyuluh Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI yang memiliki hobi menulis opini seputar pajak dan ekonomi. Memiliki minat akan literasi pengembangan karir bagi mahasiswa, edukasi perpajakan, dan wisata lokal. Kegemaran traveling, menulis, membaca, dan membuat konten pada Instagram @hapsariika dan Tiktok @taxveller

Era Baru Pemotongan Pajak Penghasilan Karyawan

Kompas.com - 09/01/2024, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERMULAAN 2024 menandai dimulainya mekanisme baru pemotongan pajak penghasilan (PPh) bagi karyawan.

Momentum ini sejurus dengan implementasi program reformasi perpajakan khususnya pilar proses bisnis dan peraturan perpajakan.

Ini bukanlah pajak baru, melainkan wujud simplifikasi prosedur yang justru memangkas biaya kepatuhan pajak.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefiniskan karyawan sebagai pegawai, pekerja, atau orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dsb) dengan mendapat gaji atau upah.

Adapun ketentuan perpajakan lazim menggunakan terminologi pegawai untuk menjabarkan substansi terkait PPh. Termasuk dalam konteks ini adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) serta anggota TNI dan POLRI.

Beleid tentang pemotongan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi karyawan diatur dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Pemotongan pajak (withholding tax) bermakna penyetoran pajak ke kas negara tidak dilakukan oleh pihak penerima penghasilan atau karyawan, melainkan oleh pemberi kerja.

Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan atau bendahara instansi pemerintah selaku pembayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, bertindak sebagai pemotong dan penyetor PPh Pasal 21.

Merujuk laporan tahunan Direktorat Jenderal Pajak, pada 2022 PPh Pasal 21 menyumbang kontribusi penerimaan pajak secara nasional sebesar Rp 172,6 triliun atau mencapai 107,02 persen dari target.

Raihan ini tumbuh sebesar 18,23 persen dari tahun sebelumnya dan diekspektasikan akan terus meningkat pascapenerapan kebijakan baru.

Tarif efektif PPh Pasal 21

Pemerintah resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. PP ini secara efektif mulai berlaku sejak 1 Januari 2024.

Tak berselang lama, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi resmi diketok. Aturan ini menjabarkan petunjuk teknis berikut contoh perhitungannya.

Dalam ketentuan ini, Wajib Pajak Orang Pribadi diklasifikasikan dalam tiga golongan, yaitu pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan bukan pegawai.

Secara sederhana, perbedaan tetap dan tidak tetap terletak pada frekuensi penerimaan penghasilan, apakah teratur atau tidak.

Sedangkan separasi antara pegawai dan bukan pegawai adalah pada ikatan perjanjian, apakah sehubungan dengan usaha pemberi kerja atau tidak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com