Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biang Kerok Indonesia Sangat Bergantung Susu Impor

Kompas.com - 24/01/2024, 10:45 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Selama puluhan tahun Indonesia sangat bergantung pada susu impor. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi susu sapi perah lokal hanya mampu mencukupi sekitar 20 persen saja dari kebutuhan 4,4 juta ton susu dalam setahun.

Sementara sisanya atau sekitar 80 persen kebutuhan susu nasional harus dipenuhi oleh impor. Sebagian besar impor susu didatangkan dari Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) Agus Warsito, mengungkapkan penyebab utama semakin besarnya impor susu dari tahun ke tahun adalah karena kualitas sapi perah di dalam negeri yang semakin menurun.

Penyebab utama yang kedua, menurut Agus, adalah karena peternak sapi perah lokal sejak dulu tidak mendapatkan proteksi dari pemerintah dari membanjirnya susu impor yang masuk dari luar negeri.

Baca juga: Mengapa RI Sangat Bergantung Impor Susu?

"Realitasnya dalam 2 dekade ini atau sekitar 20 tahun, kualitas sapi perah di negara kita semakin turun (dari sisi jumlah produksi susu)," kata Agus saat dihubungi pada Rabu (24/1/2024).

Penurunan kualitas sapi perah di Indonesia, beber Agus, terutama terjadi karena pola pemeliharaan peternak lokal yang tidak sebagus peternak sapi di luar negeri.

Salah satu yang paling ia soroti yakni maraknya perkawinan sedarah (inbreeding). Imbasnya, kualitas bibit atau anakan sapi perah yang dihasilkan sangat buruk dengan produksi susunya yang minim.

"Pemuliaan sapi di sini tidak sebagus sapi di luar negeri untuk menghasilkan indukan yang bagus. Sering ada kawin silang, misalnya (sapi) pejantan yang sama dikawinkan dengan anaknya, lalu masih dipakai lagi untuk membuahi (dikawinkan) dengan sapi yang masih cucunya (keturunannya)," ucap Agus.

Baca juga: Ironi Program Susu Gratis, tapi 78 Persen Susu RI Masih Impor

Akibat maraknya kawin silang ini, sapi perah yang ada di Indonesia kualitasnya sudah jauh menurun. Hal ini terjadi karena selama puluhan tahun diabaikan, pemerintah tidak memperhatikan dan keberpihakan secara serius peternak sapi rakyat.

Agus bilang, impor sapi indukan besar-besaran terakhir kali dilakukan pada tahun 1992 atau di era Orde Baru. Sapi betina didatangkan agar Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada impor susu.

Kala itu dengan kualitas yang masih bagus, produksi sapi perah di Indonesia di Indonesia bisa mencapai 25 liter per ekor per hari. Namun dari tahun ke tahun, kualitas sapi perah semakin menurun.

"Per hari ini (tahun 2024) rata-rata produksi sapi perah rakyat hanya tinggal 12 liter (per ekor per hari). Di negara-negara lain, produksi sapi perahnya sampai 32 liter (per ekor per hari)," ungkap Agus.

Baca juga: Ironi Indonesia, Negara Agraris yang Terus-terusan Impor Beras

"Memang di Indonesia ada yang sampai 30 liter per hari, tapi itu yang dikelola oleh farm-farm (peternakan) milik perusahaan besar," ungkap dia.

Tidak diproteksi

Agus melanjutkan, selain masalah pemuliaan indukan sapi, faktor kedua keterpurukan peternak sapi perah rakyat adalah karena tidak ada proteksi dari pemerintah.

Peternak lokal dibiarkan bersaing secara bebas dengan susu impor yang sebagian besar didominasi susu dalam bentuk kering atau skim bubuk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Whats New
Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Whats New
OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

Whats New
Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Whats New
Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Whats New
Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Whats New
Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Whats New
OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin 'Student Loan' Khusus Mahasiswa S-1

OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin "Student Loan" Khusus Mahasiswa S-1

Whats New
Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Whats New
Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Whats New
Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Whats New
Tinjau Fluktuasi Bapok, KPPU Lakukan Sidak Serentak di Sejumlah Pasar

Tinjau Fluktuasi Bapok, KPPU Lakukan Sidak Serentak di Sejumlah Pasar

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Whats New
Kemenhub: KNKT Akan Investigasi Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Kemenhub: KNKT Akan Investigasi Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Whats New
Telat Bayar Tagihan Listrik Bisa Kena Denda, Berapa Biayanya?

Telat Bayar Tagihan Listrik Bisa Kena Denda, Berapa Biayanya?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com