Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Program Susu Gratis, tapi 78 Persen Susu RI Masih Impor

Kompas.com - Diperbarui 22/12/2023, 14:50 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Calon presiden Prabowo Subianto dan pasangannya Gibran Rakabuming Raka, menjanjikan program peningkatan gizi bagi anak-anak sekolah hingga pesantren.

Caranya dengan memberikan susu gratis untuk anak sekolah, plus disertai dengan program makan siang yang juga dibiayai negara. Rencana kebijakan itu dilakukan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul Indonesia Maju di 2045.

"Memberi makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren," isi dokumen visi misi dan program kerja pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Gibran dikutip pada Jumat (22/12/2023).

Jika jadi direaliasikan, makan siang dan susu gratis akan diberikan langsung kepada siswa pra sekolah, dimulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga tingkat pesantren.

Baca juga: Ganjar Ingin Gaji Guru Bisa Naik Hingga Rp 30 Juta

Anggota Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Hashim Djojohadikusumo, menyebut biaya program susu plus makan siang gratis untuk anak-anak akan mencapai Rp 450 triliun per tahun.

Indonesia bergantung susu impor

Namun yang harus diketahui, program bagi-bagi susu gratis ini menjadi ironi, lantaran kebutuhan susu di dalam negeri selama ini dipasok dari impor.

Mengutip Harian Kompas, kebutuhan susu di Indonesia mencapai 4,4 juta ton pada 2022.

Kebutuhan susu di 2023 maupun tahun-tahun mendatang tentunya akan mengalami kenaikan seiring bertambahnya penduduk, perbaikan kondisi ekonomi, dan faktor lain.

Baca juga: Prabowo Sentil Ganjar soal Petani di Jateng Susah Dapat Pupuk

Sayangnya, hingga 2022 berdasarkan data dari BPS, produksi susu segar dalam negeri (SSDN) hanya mencapai 968.980 ton atau sekitar 22 persen dari kebutuhan nasional yang mencapai 4,4 juta ton.

Walau ada kenaikan per tahun, belum bisa mengejar angka kebutuhan susu segar dalam negeri. Sisanya masih dipenuhi oleh impor atau sekitar 78 persen.

Minimnya produksi susu nasional dipicu dua hal, yakni sedikitnya jumlah sapi perah dan rendahnya produktivitas sapi perah itu sendiri.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mencatat, populasi nasional sapi perah 2020 berjumlah 584.582 ekor, sementara pada 2022, menurut data BPS, mencapai 592.897 ekor. Jumlah ini relatif stagnan dari tahun ke tahun.

Baca juga: Anggaran Rp 450 Triliun Makan Siang Gratis Prabowo Bisa untuk Bangun 4.500 Km Tol di Sumatera

Dari sisi produktivitas, sapi perah di Indonesia rata-rata hanya memproduksi 10-11 liter per ekor per hari. Jauh dari produksi susu sapi negara lain yang bisa mencapai 30 liter bahkan 60 liter per hari.

Sapi-sapi yang produktivitasnya kecil itu mayoritas dikelola oleh peternak kecil dengan pengelolaan sapi yang masih tradisional.

Namun, sejumlah perusahaan susu nasional yang menerapkan manajemen ternak dan teknologi yang baik bisa memiliki produktivitas susu 24 liter bahkan 34 liter per hari.

Kondisi ini tergambar di Jawa Timur, provinsi yang menyumbang produksi susu berikut ternak sapi perah terbesar nasional.

Baca juga: Anggaran Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Setara 4 Kali Lipat Bangun Kereta Cepat Whoosh

Jatim, berdasarkan data BPS 2022, memiliki sapi perah sebanyak 384.315 ekor atau 40 persen dari total angka nasional.

Adapun produksi susunya mencapai 558.758 ton pada 2021. Jumlah itu juga menjadi yang terbesar secara nasional.

Artikel ini bersumber dari berita di Harian Kompas berjudul "Mengejar Kemandirian Industri Susu Nasional".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com