Waktu yang dimiliki Indonesia untuk mengantisipasi penerapan UU Antideforestasi Uni Eropa tentu tidak banyak. Terlebih lagi, sudah ada beberapa negara Uni Eropa yang mulai menjajaki peluang kerja sama ekspor karet dari produsen selain Indonesia.
Dekarindo pun tidak yakin produksi karet nasional akan membaik pada 2024 bila berkaca pada kondisi terkini sektor industri tersebut.
Baca juga: Jelang IPO, Produsen Sarung Tangan Karet Ini Fokus Terapkan ESG
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Erwin Tunas mengungkapkan, produksi karet alam di Indonesia telah menurun sejak 2018 sampai sekarang.
Bila pada 2017 produksi karet nasional mencapai 3,68 juta ton, maka pada 2023 diperkirakan hanya mencapai 2,44 juta ton.
"Selama 6 tahun terakhir telah terjadi penurunan produksi karet sebesar 1,24 juta ton," kata dia, pekan lalu.
Subsektor yang paling terdampak oleh penurunan produksi karet alam di Indonesia adalah pabrik pengolahan karet yang mengolah bahan baku karet dari perkebunan menjadi crumb rubber (SIR). Saat ini utilisasi pabrik-pabrik crumb rubber telah berkurang hingga di bawah 50 persen.
Baca juga: Bertemu Ketua Parlemen Thailand, Mendag Zulhas Ajak Berkerja Sama Tingkatkan Harga Karet Dunia
Dalam catatan Gapkindo, selama 6 tahun terakhir (2018-2023) terdapat 48 pabrik crumb rubber yang gulung tikar. Dari total 152 pabrik di awal periode tersebut, saat ini tinggal 104 pabrik yang beroperasi di Tanah Air.
Penyebab utama penurunan produksi karet nasional dalam beberapa tahun terakhir antara lain terjadinya konversi tanaman karet ke tanaman lain, adanya penyakit gugur daun Pestalotiopsis sp, kurangnya tenaga penyadap, usia pohon karet yang mayoritas sudah tua, serta harga karet yang relatif rendah.
Berdasarkan situs Trading Economics, harga karet alam di pasar global berada di level 153 sen dollar AS per kilogram (kg) pada Jumat (26/1/2024), atau turun 0,84 persen dari hari sebelumnya. Belakangan ini harga karet sedang rebound setelah sempat anjlok pada pertengahan tahun lalu.