Pada acara tersebut, para anggota dewan pakar tim sukses ketiga pasangan calon berdiskusi dengan pemangku kebijakan sawit di Indonesia.
Adapun juru bicara pasangan calon yang hadir pada acara ini adalah Tim Nasional Pemenangan (TPN) pasangan capres/cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Achmad Nur Hidayat, Tim Kampanye Nasional pasangan capres/cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabumi Raka, Panji Irawan, serta Tim Pemenangan Nasional pasangan capres/cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD Danang Girindrawardana.
Achmad Nur Hidayat yang akrab disapa Matnur mengatakan bahwa Anies-Muhaimin melihat sawit sebagai salah satu peluang menyejahterakan masyarakat.
Pasangan capres/cawapres nomor 1 melihat bahwa inkonsistensi regulasi, terutama terkait legalitas tanah, menjadi persoalan terbesar bagi 2,6 juta pengusaha kecil, 4,2 juta pekerja langsung, dan 12 juta pekerja tidak langsung.
”Salah satu agenda pertama pasangan capres/cawapres nomor 1 dalam membenahi carut marutnya industri sawit adalah menyelesaikan masalah legalitas tanah petani,” kata Matnur.
Selain legalitas tanah, Matnur menambahkan bahwa para petani sawit juga membutuhkan akses teknologi, peremajaan sawit, serta pendirian koperasi untuk pemberdayaan.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya diplomasi sawit di luar negeri. Inisiatif ini dilakukan agar industri sawit Indonesia bisa mendapatkan perlakuan yang proporsional.
Oleh karena itu, Matnur menilai pentingnya dibentuk badan setingkat kementerian yang khusus mengatur sawit dari hulu sampai hilir. Badan ini dibutuhkan untuk sinkronisasi berbagai kebijakan sehingga tidak tumpang tindih dan merugikan petani.
Usulan serupa juga disampaikan Panji Irawan. Panji memaparkan urgensi pembentukan Badan Sawit Nasional, seperti Malaysia Palm Oil Board (MPOB) di Malaysia. Ia menyebut lembaga ini sebagai Badan Sawit Indonesia.
Baca juga: Dukung Perkembangan Industri Sawit, Direktur PASPI: Edukasi Jadi Elemen Penting
Menurutnya, Badan Sawit Indonesia dapat menjadi lembaga yang memiliki otoritas penuh untuk menjembatani pemangku kepentingan dengan baik, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Melalui lembaga ini, berbagai peraturan yang tumpang tindih dalam menaungi industri sawit bisa diatasi.
Prabowo dan Gibran, lanjut Panji, memandang industri sawit sebagai tulang punggung perekonomian tidak hanya dalam konteks hari ini, tapi juga untuk masa depan. Menurutnya, Indonesia berpeluang menjadi raja energi hijau dunia dari sawit.
Selain legalitas tanah, Panji mengatakan bahwa pemerintah yang baru nantinya perlu menjamin ketersediaan pupuk, benih, dan pestisida. Oleh karena itu, pihaknya akan memberdayakan koperasi untuk menyalurkan pupuk ke petani.
”Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran juga telah memikirkan, bangun pabrik pupuk di kluster para petani. Dengan konsep ekonomi koperasi, mereka menjadi pemegang saham,” kata Panji.
Anggota Dewan Pakar TPN Ganjar-Mahfud, Danang Girindrawardana, juga menggarisbawahi persoalan lahan. Menurutnya, terdapat inkonsistensi aturan terkait hak guna usaha (HGU). Akibatnya, status lahan bisa berubah dari areal usaha pertanian menjadi kawasan hutan dan nonhutan di tengah masa berlakunya.
Permasalahan tersebut disebabkan karena terdapat tiga kementerian yang mengatur masalah lahan, yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Danang mengatakan, ada beberapa target yang ditetapkan TPN untuk memajukan industri sawit, yakni meningkatkan produktivitas dengan peremajaan, meningkatkan sumber daya genetis, strategi kawasan khusus bioenergi, memastikan hilirisasi sawit, serta memastikan kepastian hukum.
“Untuk bisa mencapai target tersebut, dibutuhkan badan setingkat menteri yang mengurusi industri sawit secara khusus,” tuturnya. (EDNA CAROLINE PATTISINA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.