Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Ekonomi Stagnan 5 Persen, Jalan Indonesia jadi Negara Maju Kian Terjal

Kompas.com - 06/02/2024, 22:00 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mimpi Indonesia untuk menjadi negara maju pada 2045 kian sulit. Hal ini seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang stagnan di angka 5 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2023 sebesar 5,05 persen. Angka ini bahkan melambat dibandingkan tahun 2022 sebesar 5,31 persen.

Untuk dapat menjadi negara maju pada 2045, baik pemerintah atau akademisi menilai, Indonesia membutuhkan laju pertumbuhan ekonomi minimal sebesar 6 persen setiap tahunnya.

Laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen diyakini tidak cukup untuk mengejar target RI menjadi negara maju pada saat perayaan 100 tahun Indonesia merdeka.

Baca juga: Ekonom Sebut Pertumbuhan Ekonomi RI 2023 Masih Sesuai Tren Jangka Panjang

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda pun membenarkan, mimpi Indonesia menjadi negara maju menjadi semakin sulit tercapai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang masih stagnan di angka 5 persen. Tren pertumbuhan di 5 persen ini diproyeksi berlanjut apabila tidak terdapat upaya untuk memperbaiki implikasi investasi terhadap perekonomian RI.

"Target menjadi menjadi negara maju sulit tercapai apabila langkah pemerintah ke depan sama," ujar dia, kepada Kompas.com, Selasa (6/2/2024).

Meskipun demikian, Nailul bilang, pemerintah masih dapat merealisikan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen. Ini bisa dilakukan dengan memperbaiki iklim investasi, ditandai dengan perbaikan rasio investasi terhadap PDB atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR).

"Pertumbuhan ekonomi bahkan bisa hingga 7 persen, asalkan tadi perlu terobosan yang bagus, terutama mengurangi ICOR," katanya.

"Masalahnya ada di tingkat korupsi sehingga biaya investasi di Indonesia menjadi mahal," sambung Nailul.

Hal senada disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Ia menyebutkan, apabila Indonesia dapat menekan angka ICOR, perekonomian nasional akan mampu tumbuh lebih pesat.

Baca juga: Daftar 10 Provinsi dengan Pertumbuhan Ekonomi Paling Tinggi 2023


Sebagai informasi, tingkat ICOR Indonesia yakni sebesar 7,6 pada Maret 2023. Angka ini dinilai masih tinggi, sebab tingkat ICOR negara maju rata-rata berada di bawah 3. Semakin rendah tingkat ICOR, maka semakin efisien investasi dan dampaknya terhadap perekonomian semakin besar.

"Kalau kita bisa turunkan ke angka 4, maka pertumbuhan kita akan tumbuh ke 6 dan 7 persen," ujar Airlangga, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (5/2/2024).

Menurut Airlangga, tingkat ICOR Indonesia yang masih tinggi menjadi wajar, mengingat saat ini pemerintah masih menyiapkan infrastruktur yang akan mendukung efisiensi investasi. Ia meyakini, nantinya berbagai infrastruktur yang dibangun pemerintah dapat menekan angka ICOR.

"Saya yakin begitu infrastruktur semua terbangun, kemudian kita punya logistik akan lebih baik, maka kita bisa menggenjot pertumbuhan dengan perbaikan ICOR," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Whats New
KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

Whats New
Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Whats New
Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Whats New
Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Whats New
Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Whats New
OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

Whats New
Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Whats New
Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Whats New
Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Whats New
Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Whats New
OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin 'Student Loan' Khusus Mahasiswa S-1

OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin "Student Loan" Khusus Mahasiswa S-1

Whats New
Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Whats New
Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Whats New
Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com