Keempat, BNPB untuk penyediaan Dana Siap Pakai Bencana.
Anggaran Perlinsos melalui belanja non-K/L direncanakan sebesar Rp 326.772,7 miliar antara lain dialokasikan untuk penyaluran subsidi BBM sebanyak 19,58 juta kilo liter, penyaluran subsidi LPG tabung 3 Kg sebanyak 8,03 juta metrik ton, dan penyaluran subsidi bunga KUR untuk 12 juta debitur.
Selain melalui BPP, anggaran perlinsos juga dialokasikan melalui TKD. Anggaran perlinsos melalui TKD tahun 2024 direncanakan sebesar Rp 10.650 miliar yang akan digunakan untuk pelaksanaan penyaluran BLT Desa bagi 2,96 juta KPM.
Secara keseluruhan, rincian Perlinsos dimaksud adalah dalam rangka mempertebal imunitas ekonomi bagi kelompok masyarakat rentan melalui intervensi politik anggaran.
Bansos menjadi polemik karena bersinggungan dengan tahun politik. Beragam pertanyaan mengemuka dalam wacana publik, kenapa Bansos di tahun 2024, justru meningkat hingga 6 persen dibanding saat puncak Covid-19 tahun 2021sebesar Rp 468,2 triliun?
Kondisi darurat apa yang membuat alokasi Bansos lebih besar dibanding saat pandemi Covid-19?
Pertanyaan ini kemudian dijawab, bahwa El Nino yang diprediksi masih berlanjut di tahun 2024, fragmentasi global yang kian marak dan ketidakpastian makro ekonomi global, membuat pemerintah perlu mengalokasikan anggaran Perlinsos sebagai adjustment policy.
Namun pandangan demikian dianggap tak cukup kuat, karena faktor El Nino yang ditengarai dapat memicu kekurangan produksi pangan untuk pasokan domestik, telah dimitigasi dengan impor pangan, seperti beras, gula dan daging, sebagai mitigasi pemerintah untuk stabilisasi harga.
Selain itu, kondisi tahun 2024, sama sekali berbeda dengan 2020-2021. Saat itu kebijakan pembatasan sosial berimplikasikan pada hilangnya income dan terjadi penurunan daya beli masyarakat secara drastis.
Disinflasi yang terjadi mendekati zona deflasi, menggambarkan bahwa memang daya beli masyarakat di fase puncak pandemi Covid-19 mengalami pelemahan.
Mari kita lihat datanya. Inflasi pada Desember 2021, adalah 0,57 persen. Secara rata-rata, inflasi secara bulanan sepanjang 2021 rentan berada di zona deflasi karena berada di kisaran 0,5 persen.
Kondisi inilah yang mendorong pemerintah terus melakukan intervensi fiskal dari berbagai aspek, termasuk Perlinsos. Tujuannya adalah menstabilkan permintaan agregat dan output ekonomi. Maka wajar bila di tahun 2020-2021, besaran pagu perlinsos cukup tinggi.
Dus, kondisi 2024, dinilai berbeda dengan saat pandemi Covid-19. Saat ini, masyarakat masih memiliki kesempatan kerja dan memperoleh pendapatan.
Dengan inflasi yang selalu dalam sasaran sepanjang 2023, menggambarkan pemerintah memiliki preseden yang baik dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan daya beli.
Dengan demikian, maka alokasi Bansos sebaiknya diarahkan pada kebijakan yang lebih produktif. Apalagi Bansos di tahun politik, rentan mengalami pergeseran sasaran, dari tujuan utamanya sebagai jaring pengaman sosial menjadi tidak tepat sasaran, akibat preferensi politik praktis.