Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agung Setiyo Wibowo
Author

Konsultan, self-discovery coach, & trainer yang telah menulis 28 buku best seller. Cofounder & Chief Editor Kampusgw.com yang kerap kali menjadi pembicara pada beragam topik di kota-kota populer di Asia-Pasifik seperti Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Dubai, dan New Delhi. Founder & Host The Grandsaint Show yang pernah masuk dalam Top 101 podcast kategori Self-Improvement di Apple Podcasts Indonesia versi Podstatus.com pada tahun 2021.

Seni Memimpin Milenial dan Gen Z yang Efektif

Kompas.com - 19/02/2024, 12:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Oh kamu termasuk milenial ya, pantes suka pindah-pindah pekerjaan."
"Gen Z itu sebenarnya cepat banget belajar. Tapi sepertinya mudah bosan dan etikanya minus."
"Saat ini banyak pemimpin di segala sektor yang merupakan generasi Z loh!"

TIGA ungkapan tersebut agaknya sering kita dengar dalam keseharian, khususnya dalam konteks mengelola sumber daya manusia.

Suka tidak suka, mau tidak mau, siap tidak siap; milenial bersama Gen Z saat ini memang telah mendominasi angkatan kerja di Tanah Air.

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk per September 2020, populasi Indonesia mencapai 270,20 juta jiwa. Dari jumlah itu milenial dan Gen Z masing-masing menyumbang 25,87 persen dan 27,94 persen.

Berkaca pada data tersebut, setiap organisasi dalam industri apa pun harus mengembangkan pendekatan mereka untuk menarik dan mempertahankan aset terpenting: karyawan.

Jika setiap organisasi ingin memastikan angkatan kerja milenialnya berkinerja tinggi sebagaimana yang diharapkan, maka mereka harus memimpin secara lebih efektif dengan fokus pada pemberdayaan, proses kerja yang didorong oleh tujuan, dan coaching untuk pengembangan dan perencanaan suksesi.

Saatnya untuk menyingkirkan bias kita dan memimpin tenaga kerja progresif itu dengan lebih efektif.

Untuk memperoleh, mempertahankan, dan mengembangkan tim organisasi yang efektif dalam demografi baru ini, kita selaku pemimpin harus memikirkan bagaimana mereka dapat mengembangkan pengalaman karyawan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan generasi baru itu.

Manajer dan eksekutif harus mengeksplorasi metode yang lebih efektif untuk memimpin kelompok yang sedang berkembang ini dalam angkatan kerja.

Dengan kata lain, para pemimpin harus melihat dengan cermat bagaimana karyawan milenial dan Gen-Z terlibat di dalam dan di luar bisnis mereka dan mempertimbangkan setiap bias yang mungkin ada saat mereka memimpin angkatan kerja baru ini.

Jadi, bagaimana kita selaku pemimpin harus memulai proses evaluasi dan perubahan? Berdasarkan pengamatan penulis, berikut sejumlah pendekatan yang perlu diambil.

Pertama, memberdayakan tim. Survei Deloitte Global Gen Z dan Milenial 2022 menemukan bahwa 29 persen pekerja Milenial dan Gen-Z memilih untuk bekerja di organisasi mereka saat ini karena peluang pembelajaran dan pengembangan.

Organisasi harus melampaui komitmen lisan (klaim) yang dibuat untuk mengembangkan orang lain selama proses wawancara kandidat.

Karyawan akan mengantisipasi dan mencari investasi dalam alat dan sumber daya yang akan membantu mendorong pertumbuhan profesional mereka.

Apa yang dapat dilakukan organisasi kita untuk melibatkan generasi Milenial dan Gen-Z sebagai pemimpin pada tingkat individual atau personal?

Idealnya, pemberdayaan didasarkan pada pembentukan tempat di mana karyawan dapat berbagi ide dan pemikiran tanpa merasa bahwa mereka melakukan kesalahan.

Ini dimulai dengan menciptakan ruang yang aman di mana mereka dapat terbuka dan cenderung untuk berbagi ide dan di mana pemberdayaan dapat terjadi. Misalnya dengan cara seperti berikut:

  • Dorong ide dengan menyiapkan peluang untuk mengumpulkan ide (dari berbagai kesempatan) yang mencakup item agenda di mana ide merupakan persyaratan dan ada peluang untuk perbaikan.
  • Tetapkan aturan dasar dalam format tersebut (umur panjang atau hierarki tidak menjadi masalah dalam konteks ide) dan buat aturan dasar untuk mendorong ide.
  • Buat peluang opsional bagi orang-orang untuk berbagi ide anonim, seperti dengan membuat papan ide atau menyiapkan kotak umpan balik dan opini.

Kedua, berpikir jangka panjang untuk mereka. Seringkali mereka yang memimpin karyawan Milenial dan Gen-Z memproyeksikan pengalaman dan pemahaman mereka sendiri kepada populasi pekerja itu.

Pendekatan ini lebih banyak tentang pemimpin daripada karyawan. Memahami motivasi orang lain memungkinkan seorang pemimpin untuk terlibat dan memimpin tim dengan lebih baik.

Mempelajari dan memikirkan nilai-nilai yang memotivasi tim kita pasti akan mengarahkan ke pertanyaan yang dapat kita pertimbangkan tentang retensi jangka panjang.

Dalam salah satu hasil survei Gallup, 60 persen non-Milenial sangat setuju bahwa mereka berencana untuk bekerja di perusahaan yang sama dalam satu tahun, dibandingkan dengan separuh Milenial.

Selain itu, 36 persen Milenial melaporkan bahwa mereka akan mencari pekerjaan baru dengan organisasi yang berbeda dalam 12 bulan ke depan jika pasar kerja membaik, dibandingkan dengan 21 persen non-Milenial yang mengatakan hal yang sama.

Pemimpin harus menemukan apa yang memotivasi karyawan Milenial mereka dan mengembangkan keterampilan untuk membuat perubahan dalam gaya kepemimpinan mereka sendiri demi retensi.

Hal ini akan berdampak pada kemungkinan karyawan untuk tetap berada di perusahaan dan lebih terlibat dalam pekerjaan mereka.

Ketiga, menjadi Coach - Bukan Bos. Pada umumnya, orang sering menerapkan bias dan label pribadi pada generasi Milenial dan Gen-Z.

Beberapa yang paling umum adalah istilah stereotip "generasi mager", "generasi gamer", "generasi gadget", atau "generasi rebahan".

Non-Milenial menganggap generasi itu menginginkan pengakuan dan umpan balik hanya karena partisipasi mereka, bukan karena pencapaian mereka yang sebenarnya dan keinginan untuk diyakinkan dan divalidasi.

Menurut pengamatan saya, sentimen ini sama sekali tidak benar, tetapi agak bias dan menyesatkan.

Milenial dan Gen-Z mungkin menginginkan umpan balik rutin dari para pemimpin senior mereka. Umpan balik yang teratur, konsisten, dan membangun adalah salah satu cara terbaik untuk memberdayakan dan membuat mereka tetap terlibat.

Sebagai permulaan yang penting, sisihkan label yang sudah terbentuk sebelumnya dan berusahalah untuk memahami individu tersebut.

Bagi sebagian orang, kepemimpinan yang efektif datang secara alami. Namun bagi sebagian besar, ini adalah perilaku yang dipelajari.

Kepemimpinan adalah keterampilan yang membutuhkan waktu, usaha, dan kesabaran untuk dikuasai dan dimodelkan.

Untuk mengelola tenaga kerja saat ini, sangat penting bagi para pemimpin untuk terbuka terhadap ide-ide baru dan membuang kebiasaan lama. Ini dimulai dengan fokus pada bagaimana seseorang terlibat dengan tenaga kerja yang sedang berkembang.

Pemberdayaan sangat penting untuk mendorong pemikiran kritis, pengambilan keputusan, membangun kepercayaan diri, dan menciptakan hasil yang didorong oleh tujuan.

Berperan seperti Coach akan mendukung upaya pemberdayaan kita dengan memastikan memberikan umpan balik yang membangun dan dapat mengarah pada refleksi diri dan kemungkinan yang lebih besar bahwa karyawan dapat menerapkan praktik terbaik secara real time.

Rangkul karyawan zaman Now itu dan persiapkan kepemimpinan organisasi kita untuk keberlanjutan masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com