Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkop UKM Minta Polisi Tak Menindak Penggunaan Knalpot Aftermarket

Kompas.com - 24/02/2024, 07:18 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman meminta pihak kepolisian tidak menindak penggunaan knalpot aftermarket lantaran keberadaan industri tersebut sudah memenuhi aturan yang ada.

Adapun knalpot aftermarket sering dikesankan seperti knalpot brong atau palsu lantaran dinilai sama-sama menyebabkan polusi suara.

"Berharap jangan dilakukan penindakan kepada komunitas pelaku usaha industri legal, karena mereka siap memenuhi aturan yang ada. Jikalau ada penindakan harus lebih ke arah proper dengan standar yang benar," kata Hanung saat ditemui di kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Jumat (23/2/2024).

Baca juga: UMKM Knalpot Terpuruk, Asosiasi Datangi Kemenkop

Deputi Bidang UKM Kemenkop-UKM Hanung Harimba. DOK. Kemenkop-UKM Deputi Bidang UKM Kemenkop-UKM Hanung Harimba.

Hanung mengatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan stakeholder terkait untuk mencari solusi dari industri knalpot aftermarket.

Dengan begitu, kata dia, pihak kepolisian nantinya dapat membedakan knalpot brong atau palsu dan knalpot aftermarket.

"Kita cari jalan bagaimana supaya polisi mudah membedakan mana yg knlapot brong dan mana yang bener-bener mengikuti ketentuan itu kan masih sulit, biasanya dilakukan pengujian, tapi pengujian ini berapa kali itu kita lihat tidak semua polisi punya alat," ujarnya.

Lebih lanjut, Hanung mengatakan, masalah terkait industri knalpot aftermarket harus segera dibahas mengingat saat ini ada 20 industri lokal yang telah terdampak.

Baca juga: Kerap Dituding Bikin Produk Bising, UMKM Produsen Knalpot Curhat ke Menteri Teten

"Kalau ini (industri knalpot aftermarket) ditutup dengan kita tidak benar-benar memperlakukan dengan baik, bertindak tidak proper, itu pengangguran akan bertambah dan industri kita akan semakin sulit berkembang," ucap dia.

Sebelumnya, Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) dalam audiensinya dengan Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) mengeluhkan industri knalpot resmi (aftermarket) terkena imbas maraknya knalpot brong atau palsu lantaran sering disamakan dengan knalpot palsu.

Ilustrasi knalpot motor, knalpot brong, knalpot racingKOMPAS.com/FATHAN Ilustrasi knalpot motor, knalpot brong, knalpot racing

Ketua Umum AKSI Asep Hendro mengatakan, dampak dari maraknya knalpot palsu tersebut menurunkan penjualan UMKM knalpot aftermarket hingga 70 persen.

"Knalpot brong bukannya sangat mengganggu lagi, ini sekarang sudah terjun bebas, bahkan sekarang penurunan penjualannya sudah 70-80 persen," kata Asep saat ditemui di kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Jumat.

Baca juga: Gema Knalpot Purbalingga, dari Dusun Pesayangan hingga Diakui Dunia

Asep mengatakan, hal tersebut berdampak terhadap 20 merek knalpot aftermarket dan 15.000 karyawan yang bisa terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) bila tak ada tindakan serius.

"Dengan ini kan betul-betul jadinya penurunan lapangan kerja," ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut, Asep berharap pemerintah menerbitkan aturan terkait standadisasi knalpot sama halnya seperti SNI terhadap helm.

Menurut dia, dengan adanya standarisasi tersebut knalpot aftermarket dapat dibedakan dari knalpot palsu sehingga pengguna tak kena razia oleh kepolisian.

Baca juga: Usulan Pungutan Cukai Sri Mulyani, Kopi Susu Saset hingga Asap Knalpot

"Kita berharap dengan adanya ini (audiensi) sampai nunggu kita SNI cobalah misalkan dengan adanya dari aksi ini jangan sampai ada razia dulu lah atau misalkan penangkapan yang knalpot yang dari asosiasi," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com