Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Satgas UU Cipta Kerja Gelar Rapat Konsolidasi untuk Evaluasi Upah Minimum dan Kebijakan Alih Daya

Kompas.com - 18/03/2024, 12:42 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi Undang-undang Cipta Kerja (Satgas UU Cipta Kerja) mengadakan rapat konsolidasi bersama stakeholder dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), asosiasi pengusaha, dan serikat buruh di Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Rapat konsolidasi tersebut mengusung tema “Evaluasi Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 dan Pemantauan Rencana Revisi PP Nomor 35 Tahun 2021 sebagai Aturan Pelaksanaan dari UU Cipta Kerja”.

Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja Arif Budimanta berharap bahwa dengan UU Cipta Kerja, pemerintah dapat membangun ekosistem usaha yang menciptakan lapangan kerja, yang nantinya akan mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa menimbulkan ketidakpastian.

Ia menekankan pentingnya kesatuan dalam membahas PP Nomor 51 Tahun 2023 dan PP Nomor 35 Tahun 2021.

Baca juga: Ketahui, Ini Masa Perjanjian Kerja PPPK

“Dalam PP Nomor 35 Tahun 2021, kami membahas mengenai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pemutusan hubungan kerja (PHK), dan lain sebagainya. Artinya, hal tersebut merupakan mekanisme yang tertuang dalam jaminan sosial (jamsos),” jelas Arif dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (18/3/2024).

Pada kesempatan yang sama, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Monitoring dan Evaluasi Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Edy Priyono menjelaskan bahwa melalui rapat konsolidasi, tim Satgas UU Cipta Kerja dapat mengevaluasi penerapan PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

“Dalam UU Cipta Kerja yang baru ada beberapa perubahan kebijakan. Khususnya dalam komponen tingkat upah minimum, yang awalnya diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 direvisi menjadi PP Nomor 51 Tahun 2023,” ucapnya.

Lebih lanjut, Edy menjelaskan bahwa komponen upah minimum sebelumnya hanya ditentukan oleh inflasi atau pertumbuhan ekonomi, tetapi setelah revisi, upah minimum ditentukan oleh inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

Baca juga: Profesor UB Temukan Nilai Ekonomi Jahe, Kunyit, dan Temulawak Bagi Peternak

Ia menegaskan bahwa fokus utama rapat adalah evaluasi terkait upah minimum, struktur dan skala upah, serta kebijakan alih daya.

Terkait kebijakan alih daya, Edy menyatakan bahwa dalam UU Cipta Kerja versi lama, keputusan mengenai pekerjaan yang dapat dialihdayakan diambil oleh pelaku usaha.

Namun, setelah revisi UU Cipta Kerja, jenis-jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan diatur dalam peraturan pemerintah.

“Artinya, PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang alih daya ini harus segera direvisi. Kami usahakan sebelum pergantian pemerintah, peraturan tersebut sudah selesai,” tutur Edy dalam sesi sambutannya.

Baca juga: Pangsa Pasar Alih Daya di RI Diperkirakan Lebih Besar dari India

Pentingnya struktur dan skala upah

Kepala Institute of Advanced Studies in Economics and Business Universitas Indonesia (UI) Turro Selrits Wongkaren.DOK. Satgas UU Cipta Kerja Kepala Institute of Advanced Studies in Economics and Business Universitas Indonesia (UI) Turro Selrits Wongkaren.

Sementara itu, Kepala Institute of Advanced Studies in Economics and Business Universitas Indonesia (UI) Turro Selrits Wongkaren mengatakan bahwa yang seharusnya menjadi perhatian utama adalah struktur dan skala upah, bukan hanya upah minimum.

“Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukan sekitar 60 persen pekerja menerima upah di bawah rata-rata, yang artinya struktur skala upah relatif tidak berjalan,” ucapnya dalam sesi pemaparannya.

Turro juga menjelaskan bahwa dalam PP Nomor 51 Tahun 2023, Dewan Pengupahan memiliki tugas untuk mengawasi penerapan struktur dan skala upah di perusahaan.

Ia menekankan pentingnya agar Dewan Pengupahan bersifat profesional dalam memberikan masukan kepada pemerintah berdasarkan kajian dan data yang tidak didasarkan pada perasaan atau dugaan semata.

Baca juga: Sebuah Perusahaan Dikecam karena Punya Kebijakan Anti-Work Life Balance

Sementara itu, Koordinator Bidang Hubungan Kerja Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JSK) Kemenaker Feryando Agung Santoso melihat bahwa kebijakan alih daya semakin berkembang.

“Untuk itu, ketika membuat suatu peraturan maka bentuknya bukanlah pembatasan melainkan hanya sebatas mengatur,” ujarnya.

Feryando menerangkan bahwa alih daya dibagi kedalam perjanjian penyedia jasa pekerja buruh dan perjanjian borongan.

Ia menjelaskan bahwa alih daya dibagi menjadi perjanjian penyedia jasa pekerja buruh dan perjanjian borongan.

Baca juga: Syarat Perjanjian Damai untuk Gaza dari PM Israel

Selain itu, kata Feryando, perjanjian tersebut dibagi berdasarkan lima kriteria untuk pekerja buruh dan berdasarkan alur kerja untuk perjanjian borongan.

Kebijakan alih daya tersebut mendapat sambutan positif dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).

Perwakilan Hipmi Rizky menyatakan bahwa alih daya sejalan dengan UU Cipta Kerja yang bertujuan menciptakan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia, dan bahwa skema alih daya banyak digunakan oleh perusahaan sebagai hal yang kompetitif.

“Kami berharap agar alih daya lebih fleksibel tetap fokus pada perlindungan pekerjanya,” Ujar Rizky dalam sesi diskusi.

Dalam sesi penutupan, Ketua Pokja Monitoring dan Evaluasi Satgas UU Cipta Kerja Edy Priyono menegaskan bahwa pemerintah akan fokus pada perlindungan bagi pekerja alih daya.

Baca juga: Kenali Sifat Zodiak Aries, Bersemangat dan Kompetitif

“Perusahaan alih daya terikat dengan ketentuan upah minimum, pemberian hak jamsos, dan lain sebagainya. Ini sebetulnya yang diharapkan dengan adanya UU Cipta Kerja,” tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com