Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Pelajaran Kegagalan Peningkatan Produksi Gula dari Kabupaten Dompu

Kompas.com - 22/04/2024, 13:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Badan Pusat Statistik mencatat impor gula Indonesia tahun 2020 adalah sekitar 5,54 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebagian besar berupa gula mentah (raw sugar) yang harus diolah kembali untuk dapat dikonsumsi dan sebagian kecil lainnya berupa gula kristal putih untuk konsumsi langsung.

Ketergantungan Indonesia kepada impor gula yang cukup tinggi tersebut bisa dilihat dari angka IDR Indonesia.

Import Dependency Ratio (IDR) adalah formula yang digunakan untuk menganalisis ketergantungan impor suatu komoditas dalam pemenuhan ketersediaan domestik.

Hasil analisis IDR dari tahun 2017–2021 menunjukkan bahwa Indonesia bergantung pada impor gula tebu sangat besar, di mana hasilnya sebesar 64,79 persen hingga 72,72 persen.

Sementara Self Sufficiency Ratio (SSR) digunakan untuk menganalisis kemampuan suatu komoditas dalam memenuhi kebutuhan domestik.

Nilai SSR gula Indonesia periode tahun 2017-2021 berkisar antara 27,94 persen hingga 35,27 persen, yang menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan gula dari produksi dalam negeri sehingga harus melakukan impor.

Pelajaran dan harapan dari Dompu

Memang pemerintah terus mencoba mengurangi disparitas antara kapasitas produksi nasional dan kebutuhan gula nasional, namun persoalannya tentu tak semudah membalik telapak tangan.

Pemerintah berusaha melakukan ekstensifikasi produksi tebu nasional, tapi hasilnya justru kurang bisa diandalkan.

Pasalnya, perluasan lahan tebu ternyata berjalan beriringan dengan penurunan produktifitas lahan tebu yang ada.

Walhasil, produksi dalam negeri justru tetap belum mampu mengimbangi tingkat kebutuhan dalam negeri yang cenderung terus naik.

Pengalaman saya belum lama ini ketika bersentuhan dengan daerah penghasil tebu dan industri gula di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), tepatnya di Kabupaten Dompu, persoalan yang ada di lapangan jauh lebih kompleks dari yang dibayangkan.

Kegagalan pemerintah dan dunia usaha untuk mendorong produksi dalam negeri di satu sisi dan pengurangan kuota impor secara drastis di sisi lain justru membuat perusahaan industri gula mengalami kerugian yang sangat signifikan.

Gagal panen tebu di lahan HGU milik perusahaan dan lambatnya proses ekstensifikasi lahan via mekanisme kemitraan tidak bisa serta merta mengisi kekurangan pasokan akibat pengurangan kuota impor gula mentah oleh perusahaan.

Sehingga, di tahun 2023 lalu, satu-satunya industri gula di NTB tersebut mengalami kemunduran bisnis yang cukup masif.

Lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang dikelola perusahaan mengalami gagal panen karena beberapa faktor yang semestinya tidak terjadi, baik karena kegagalan komunikasi yang baik dan intens antara pihak perusahaan, pemerintah pusat dan daerah, aparat, dan masyarakat setempat, sampai kepada faktor cuaca dan tidak efektifnya implementasi penegakan hukum yang tegas di kawasan HGU oleh pihak-pihak otoritatif.

Law enforcement failure akibat kedekatan geografis antara kawasan perkebunan tebu milik perusahaan dengan kawasan pelepasan peternakan milik masyarakat menjadi salah satu faktor yang menarik dalam kegagalan perusahaan dalam mendorong peningkatan pasokan tebu lokal.

Hal itu bisa terjadi karena absennya keterlibatan para pihak, baik dari pihak otoritas maupun pihak korporat, dalam menegaskan batas tegas antara kedua jenis kawasan, sehingga terjadi irisan penggunaan lahan yang mengakibatkan kegagalan panen di kawasan Perkebunan milik perusahaan.

Di dalam kondisi pasokan gula nasional yang mengkhawatirkan seperti hari ini, tentu apa yang terjadi di Dompu sangat disayangkan.

Ternyata kehadiran industri gula belum bisa menjadi jaminan atas peningkatan kapasitas produksi gula, karena kegagalan para pihak dalam menjahit berbagai kepentingan yang ada di lapangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com