Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Impor Dinilai Belum Efektif Turunkan Harga Beras

Kompas.com - 30/06/2024, 07:16 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (KKPIBC), Zulkifli Rasyid, menilai kebijakan impor belum efektif menurunkan harga beras di pasar. Sebaliknya, harga pangan paling pokok ini justru mengalami kenaikan sejak beberapa bulan terakhir.

"Di (Pasar Induk) Cipinang, posisi harga bulai Mei untuk beras medium Rp 11.500-12.500 per kilogram. Awal Juni sampai sekarang beras medium sudah naik jadi Rp 13.000-13.500," ungkap Zulkifli saat dihubungi dikutip pada Minggu (30/6/2024).

Ia menilai, kebijakan importasi efektif harga beras di pasaran. Ini karena sebagian besar beras impor masih menumpuk di gudang Perum Bulog sebagai cadangan beras pemerintah (CBP).

Yang terjadi belakangan ini, sambung dia, harga beras justru mengalami kenaikan. Kondisi ini terjadi karena adanya penurunan produksi di sejumlah daerah sentra produksi gabah.

Baca juga: Impor Beras Bulog Kena Denda di Pelabuhan, Kok Bisa?

"Impor sampai detik ini belum ada realisasi dikeluarkan dari cadangan beras pemerintah. Ada sedikit masukan (stok beras) dari daerah yang berkurang. Harga (beras) naik terjadi karena pasokan kurang, permintaan beras sedang tinggi," beber pedagang beras skala besar ini.

Sebagai informasi saja, pemerintah berencana mengimpor 5,15 juta ton beras pada tahun ini untuk menambal penurunan produksi beras yang diperkirakan cukup signifikan.

Kuota impor beras tersebut bertambah dari yang sebelumnya ditetapkan pemerintah sebesar 3,6 juta ton. Menurut data dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengatakan, realisasi impor beras pada Januari-April 2024 sebanyak 1,77 juta ton.

Lalu pada Mei-Desember 2024, pemerintah melalui Perum Bulog berencana melakukan impor beras 3,4 juta ton berdasarkan hasil rapat koordinasi terbatas. Impor dilakukan untuk mengantisipasi anjloknya produksi gabah nasional.

Baca juga: DPR RI Pertanyakan Soal Rencana Impor Beras, Masihkah Berlanjut?

Zulkifli berujar, ada beberapa penyebab produksi padi mengalami penurunan. Pertama susutnya produksi gabah terjadi akibat anomali el nino yang memicu kemarau panjang.

Masalah kedua, lanjut dia, adalah menyusutnya lahan tanam padi akibat pembangunan infrastruktur hingga alih fungsi sawah menjadi area permukiman dan industri.

"Problem jelas, setiap tahun lahan kita terkikis dijadikan jalan, dijadikan bangunan, dijadikan jalan tol, semua lahan (sawah) kita setiap saat berkurang. Sementara penduduk kita terus bertambah," beber Zulkifli.

Dia juga meragukan klaim Kementerian Pertanian yang menyebut produksi beras di dalam negeri selalu surplus. Kenyataannya di lapangan, harga beras naik akibat pasokan yang seret.

"Jangankan (Presiden) Jokowi. (Era) Soeharto saja harapan swasembada beras tidak sesuai yang diharapkan. Dari tahun 2017 Amran Sulaiman (Menteri Pertanian) ngomong begitu (surplus), tapi kenyatannya (stok beras) kurang," ucap Zulkifli.

Baca juga: Bulog Sebut 2 Juta Ton Beras Impor Sudah Masuk Indonesia

Data Tak Bisa Jadi Tolak Ukur

Sementara itu Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), Sutarto Alimoeso, mengungkapkan data surplus yang dirilis Kementerian Pertanian memang tak bisa jadi tolak ukur pasokan beras nasional secara riil.

"Kalau bicara surplus atau tidak, hitungannya berapa (gabah) yang diproduksi kemudian jadi beras. Kalau berdasarkan data yang lalu-lalu, itu masih ada surplus, tapi tipis sekali dan itu kan masih data. Pertanyaannya bagaimana kenyataannya di lapangan," ucap Soetarto.

Menurut pandangannya, produksi beras di beberapa daerah justru mengalami penurunan. Faktornya beragam, dari merosotnya luasan sawah hingga produktivitas lahan yang berkurang.

"Kenapa menurun (produksi beras)? Ternyata kualitas gabah juga turun rendemennya. Ini sebenarnya sudah terjadi beberapa tahun. Kalau data yang dilaporkan BPS, turunnya produksi ini karena luasan panen yang turun," kata dia.

Pemerintah sendiri memang berupaya memperluas area tanam baru. Namun demikian, penambahan area tanam dari pencetakan lahan baru tak seimbang dengan sawah yang beralih fungsi.

Baca juga: Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Merujuk pada data yang dirilis Bapanas, jumlah stok beras sampai akhir 2024 diperkirakan sebanyak 9,6 juta ton. Stok itu dapat dipenuhi jika produksi beras nasional mencapai 31,5 juta ton dan rencana impor 5,17 juta ton beras itu terealisasi semua.

Target produksi beras sebanyak 31,5 juta ton itu belum memperhitungkan potensi terjadinya banjir, kekeringan, serta serangan hama penyakit.

Soal impor beras, Soetarto berpendapat, hal itu cukup rasional mengingat produksi gabah yang mengalami penurunan sejak beberapa bulan terakhir. Meski begitu, beras impor sebaiknya hanya diperuntukan untuk cadangan beras pemerintah.

"Pasti berpengaruh dong (beras impor ke harga gabah petani). Saya melihat di daerah yang produksi berasnya tinggi, itu terjadi. Impor ini tujuannya kan mengisi kekurangan, kalau impor ini tepat, tepat waktu, tepat harga, tepat penyalurannya, ya tentu saja berdampak positif," ucap dia.

Di sejumlah daerah, produksi gabah memang mengalami penurunan cukup signifikan. Hal ini diungkapkan Pengurus Gapoktan Panca Manunggal Kulonprogo, Margiono.

Baca juga: Bapanas Bantah Beras Impor Bikin Harga Gabah Petani Anjlok

"Kalau (hasil) gabah memang cenderung turun. Karena di lapangan ini masalahnya kemarau, air susah, akibatnya tanam mundur," ucap dia.

Margiono bercerita, masalah lain yang dihadapi petani gabah saat ini adalah harga gabah yang dianggap terlalu rendah. Kondisi ini membuat petani kurang bersemangat menanam.

"Harga gabah cenderung lesu. Harga gabah kering di Kulonprogo Rp 6.700 per kilogram. Harusnya kalau ada HEP (harga pembelian pemerintah) baru semoga bisa naik," kata dia.

Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Bapanas Badan resmi menaikkan HPP gabah mulai 3 April 2024 hingga 30 Juni 2024. Kenaikan harga gabah berdasarkan Keputusan Kepala Bapanas Nomor 167/2024 Tentang Fleksibilitas Harga Pembelian Gabah dan Beras Dalam Rangka Penyelenggaraan Cadangan Beras Pemerintah.

Pemerintah menaikkan HPP gabah dan beras bagi Perum Bulog. Secara terperinci, HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang sebelumnya Rp 5.000 per kilogram naik menjadi Rp 6.000 per kilogram.

Kemudian gabah kering giling (GKG) di gudang Perum Bulog yang sebelumnya Rp 6.300 per kg naik menjadi Rp 7.400 per kilogram.

Baca juga: Jokowi Mau Impor Beras Lagi, Kali Ini dari Kamboja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com