Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyerapan Garam Dalam Negeri Belum Maksimal, Ini Sebabnya

Kompas.com - 24/09/2019, 17:55 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyerapan garam dalam negeri khususnya garam industri masih belum maksimal. Terlebih, mayoritas pengguna garam adalah industri disusul konsumsi rumah tangga.

Direktur Industri Kimia Hilir Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Fredy Juwono mengatakan, penyerapan yang belum maksimal ini karena kualitas pasokan garam lokal belum sepenuhnya memenuhi standar garam industri.

"Kenapa belum terserap? Karena kalau industri kan ada standarnya. Hanya 30 persen dari total garam kita dengan kualitas K1. Yang dipakai industri mamin (makanan dan minuman) adalah kualitas K1," ucap Fredy di Jakarta, Selasa (24/9/2019).

Fredy mengatakan, dalam industri aneka pangan misalnya, mereka tidak bisa menyerap garam dengan kandungan magnesium yang terlalu tinggi. Industri ini hanya bisa menyerap garam dengan kadar natrium klorida (NaCl) minimal 94 persen.

Baca juga: Kemenperin Inginkan Adanya Investasi Garam di Kupang

"Kenapa tidak mau menyerap? Karena kalau kadarnya ketinggian itu bumbu mie bisa menggumpal. Margarin yang kuning terlihat banyak bintik hitamnya kalau pakai garam tidak sesuai kualitas. Artinya tidak semua garam dalam negeri kita serap," ujar dia.

Untuk memperbaiki hal tersebut, kata Fredy, banyak industri pengolahan garam, salah satunya PT Garam (Persero) mulai memperbaiki tata kelola air, pencucian maupun pengeringannya. Namun hingga kini hasilnya masih belum maksimal.

"PT Garam sudah mencoba untuk itu, saya coba tanya sudah bisa masuk ke aneka pangan atau belum? Mereka jawab belum bisa. Mereka bakal terus memperbaiki pencuciannya. Kami berusaha untuk itu," tutur Fredy.

Di sisi lain, masalah logistik juga masih jadi kendala dalam penyerapan garam lokal untuk kebutuhan industri dan konsumsi rumah tangga.

Baca juga: Kemenko Maritim Usulkan Garam Jadi Barang Kebutuhan Pokok

Dia bilang, pengiriman dari pusat pengolahan garam di Madura dan NTT ke Jakarta mungkin memakan biaya logistik lebih banyak ketimbang dari Australia.

"Logistik salah satu yang harus kita perbaiki untuk mengembangkan garam nasional. Kan industri (pengolahan garam) adanya di luar Pulau Jawa, seperti NTT dan Madura. Bawa dari sana mungkin lebih mahal ketimbang bawa dari Australia," jelas dia.

"Tapi begitu panen meningkat kami optimalkan pakai garam lokal. Kami menargetkan penyerapan dari Juli 2019 sampai Juli 2020 kurang lebih 1,1 juta ton," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com