Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Brexit Terwujud, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi Inggris?

Kompas.com - 09/10/2019, 17:43 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

Sumber CNN

LONDON, KOMPAS.com - Harapan keluarnya Inggris dari Uni Eropa dengan kesepakatan antara kedua belah pihak nampaknya kian memudar.

Skenario Brexit (British exit) yang rencananya bakal direalisasikan sebelum tanggal 31 Oktober mendatang memiliki berbagai risiko.

Berdasarkan hasil riset Institute for Fiscal Studies (IFS) yang dikutip dari CNN, Rabu (9/10/2019), ekonomi Inggris tidak akan tumbuh sama sekali pada tahun 2020 dan 2021 mendatang jika no-deal Brexit terealisasi.

Pasalnya, Uni Eropa merupakan mitra dagang terbesar Inggris. Sebesar 44 persen dari ekspor barang dan jasa Inggris pada 2017 lalu ditujukan ke Uni Eropa.

Di sisi lain, roset pemerintah yang dipublikasikan pada Selasa (8/10/2019) menunjukkan iklim bisnis Inggris harus memayar ongkos administrasi tambahan hingga 9,2 miliar dollar AS setiap tahun jika terjadi no deal Brexit.

Baca juga: No Deal Brexit, Miliaran Euro dan Jutaan Pekerjaan Akan Raib

Tingkat utang pun bakal meningkat, bahkan mencapai 90 persen dari keseluruhan pengeluaran perekonomian. Hal tersebut angka tertinggi sejak pertengahan 1960.

Pemerintah Inggris bakal meningkatkan jumlah utang untuk mendorong belanja dan menggenjot pertumbuhan ekonomi.

Namun demikian, konsumsi rumah tangga yang melemah juga pertumbuhan investasi yang melambat, menurut IFS bakal menghambat belanja pemerintah.

Dipangkasnya suku bunga hingga 0 persen dan pelonggaran kuantitatif yang dilakukan oleh bank sentral hingga 61 miliar dollar AS tidak cukup untuk jadi stimulus.

Pasalnya, merosotnya pertumbuhan perdagangan juga bakal memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

IFS mengatakan, pada 2022 mendatang, ekonomi Inggris hanya akan tumbuh sekitar 1,1 persen.

Baca juga: Ada No Deal Brexit, Defisit Anggaran Inggris Melonjak

Pemerintah Inggris pun harus kembali melakukan penghematan agar tingkat utang tetap terkendali. Paska Brexit, dalam jangka panjang perekonomian Inggris akan sangat bergantung pada kebijakan pemerintah terkait tarif, regulasi dan imigrasi.

Meski skenario terbaik bagi perekonomian Inggris adalah dengan membatalkan rencana Brexit, namun bukan berarti masalah Inggris lantas selesai.

Perekonomian Inggris jika dibandingkan dengan tiga tahun yang lalu sudah lebih rendah 2,5 persen.

Menurut Chief Economist Citibank Inggris Christian Schulz, kalaupun Inggris batal melakukan Brexit, melambatnya pertumbuhan investasi yang sudah terjadi dalam tiga tahun belakangan akan sulit diatasi.

"Masalah ini akan melekat pada perekonomian Inggris dalam waktu yang lama," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Whats New
Pasar Kripto 'Sideways', Simak Tips 'Trading' untuk Pemula

Pasar Kripto "Sideways", Simak Tips "Trading" untuk Pemula

Earn Smart
Sederet Langkah Kemenhub Pasca Kasus Kekerasan di STIP Jakarta

Sederet Langkah Kemenhub Pasca Kasus Kekerasan di STIP Jakarta

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com