JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pembentukan super holding BUMN kembali mengemuka setelah mencuatnya kritik Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dialamatkan ke Kementerian BUMN.
Ahok menyinggung soal pengelolaan BUMN yang sebaiknya dilakukan dengan membentuk super holding atau Indonesia Incorporation untuk mengelola BUMN yang kini berjumlah 107 perusahaan.
Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, pengelolaan di bawah Kementerian BUMN sarat dengan muatan politis seperti dalam proses penunjukan direksi dan komisaris.
Lalu apa itu super holding BUMN?
Super holding BUMN adalah pengelolaan perusahaan-perusahaan yang sahamnya dimiliki pemerintah di bawah satu grup perusahaan yang dikelola oleh unsur profesional. Super holding terbentuk dari gabungan holding.
Baca juga: Super Holding BUMN, Mimpi Rini Soemarno yang Dikubur Erick Thohir
Dengan kata lain, holding adalah perusahaan induk yang membawahi beberapa perusahaan lain yang berada dalam satu grup perusahaan. Sedangkan super holding merupakan gabungan dari holding-holding perusahaan tersebut.
Konsep super holding BUMN hampir serupa dengan Temasek milik pemerintah Singapura dan Khazanah Nasional Berhad yang dikontrol oleh pemerintah Malaysia.
Sebagai contoh, di Malaysia super holding Khazanah dipimpin oleh chairman ex officio yang dijabat langsung oleh Perdana Menteri. Kemudian chairman menunjuk siapa yang berhak menjadi CEO Khazanah.
Tidak ada Kementerian BUMN di Malaysia, fungsi digantikan oleh super holding Khazanah. Tujuannya supaya menghindarkan intervensi dari pihak luar.
Baca juga: Ahok Usul Bubarkan Saja Kementerian BUMN, Apa Alasannya?
CEO Khazanah tidak secara langsung menjalankan bisnis perusahaan-perusahaan dalam super holding. Petinggi Khazanah hanya bertugas memembuat keputusan-keputusan yang sifatnya strategis, termasuk menunjuk CEO dari beberapa holding perusahaan yang tergabung dalam holding.
Di Negeri Jiran itu, kepentingan politis sendiri tetap tak bisa dihilangkan, terutama dalam pengangkatan CEO Khazanah. Namun unsur politik jauh lebih minim karena negara tidak ikut campur dalam pengelolaan Khazanah.
Ini berbeda dengan pengelolaan BUMN di Indonesia. Di mana penunjukan direksi ditentukan oleh Kementerian BUMN yang masih masuk dalam birokrasi pemerintahan. Sementara komisaris banyak berasal dari pejabat tinggi pemerintah, jenderal TNI dan Polri, kader parpol, hingga relawan Pilpres.
Baru pada era Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno, rencana merintis super holding BUMN mulai dijalankan. Rini melanjutkan program holding BUMN yang nantinya akan digabung ke dalam super holding BUMN.
Baca juga: Jenderal TNI-Polri Rangkap Komisaris BUMN Ditinjau dari Aspek Hukum
Pada periode kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), telah terbentuk holding pupuk Indonesia dan Semen Indonesia. Berikutnya, pada periode pertama Presiden Jokowi, holding perkebunan dan pertambangan terbentuk.
Pembentukan holding-holding BUMN di era Rini Soemarno tak lain untuk merealisasikan super holding BUMN. Setelah terbentuk, otomatis Kementerian BUMN akan dibubarkan.