Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Temuan KPPU Soal Kejanggalan Monopoli Ekspor Benih Lobster di KKP

Kompas.com - 02/12/2020, 11:02 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa tidak ada kebijakan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atas penunjukkan perusahan logistik tertentu, terkait dugaan monopoli dalam ekspor benih lobster atau benur.

Juru bicara sekaligus Komisioner KPPU Guntur Saragih menjelaskan bahwa pihaknya terus menelaah dugaan monopoli perusahaan jasa pengangkutan dan pengiriman (freight forwarding) ekspor benih lobster yang turut menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus tersebut.

"Setelah kami telaah, kami melakukan advokasi kepada pemerintah dan kami pastikan dari pemerintah tidak ada kebijakan atau regulasi yang membuat penunjukan pelaku usaha tertentu untuk jasa pengiriman logistik," kata Guntur dilansir dari Antara, Rabu (2/12/2020).

Guntur menjelaskan bahwa tidak ada temuan dugaan pelanggaran terkait izin ekspor yang diberikan KKP. Namun, KPPU menemukan indikasi monopoli dalam layanan jasa pengiriman ekspor benih lobster.

Baca juga: Saat NU dan Muhammadiyah Kompak Minta Ekspor Benih Lobster Dihentikan

Dugaan pelanggaran tersebut dilatarbelakangi oleh jasa layanan yang dianggap tidak efisien karena eksportasi hanya dilakukan melalui satu pintu keluar, yakni Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.

Padahal, benih lobster didatangkan dari sejumlah daerah, seperti Sumatra Utara dan NTB. Selain itu, eksportir juga harus menanggung risiko membawa benih lobster yang tergolong sebagai benda hidup, sehingga kedekatan asal benih dan pintu bandara sepatutnya dipertimbangkan.

Kemudian, KPPU juga menilai harga pengiriman ekspor benih yang terbilang tinggi, yakni Rp 1.800 per benih, atau di atas rata-rata harga normal.

"Seharusnya hukum pasar terjadi. Ketika pelaku usaha tertentu menawarkan jasa yang begitu mahal, harusnya hukum pasar berlaku. Si penerima jasa bisa memilih ke pelaku usaha yang lain. Ini aneh, sudah mahal tapi tetap ke pelaku usaha itu saja," kata Guntur.

Baca juga: Luhut Buka Kemungkinan Ekspor Benih Lobster Dilanjutkan

Denda minimal Rp 1 miliar

Sebagai tindak lanjut, KPPU akan terus melakukan penelitian dan telah memanggil beberapa pelaku usaha yang terlibat dugaan pelanggaran usaha sejak 10 November lalu.

"Hasil penelitian akan kami sampaikan progresnya Senin depan," kata dia.

Ia menyebutkan perusahaan eksportir akan diberikan sanksi minimal Rp 1 miliar jika terbukti melakukan dugaan monopoli dalam ekspor benih lobster atau benur.

Guntur Saragih menjelaskan bahwa sanksi terkait dugaan monopoli diatur dalam ketentuan lama KPPU, yakni UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha.

Baca juga: Taksiran Fantastis Harga Sepeda yang Dibeli Edhy Prabowo dari Hawaii

Berdasarkan UU itu, sanksi berupa denda yang dikenakan minimal Rp1 miliar dan maksimal sebesar Rp25 miliar.

Namun begitu, Guntur menjelaskan bahwa dalam UU Cipta Kerja, sanksi denda untuk praktik monopoli tidak mengatur denda maksimal.

"Di undang-undang kami Rp 1 miliar sampai Rp 25 miliar, sedangkan di UU Cipta Kerja tidak ada sanksi maksimum, hanya minimum Rp 1 miliar," kata Guntur.

Guntur menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR menganggap bahwa pelanggaran persaingan usaha cukup penting, sehingga berpotensi untuk diberikan denda yang lebih besar lagi, tanpa ketentuan maksimal.

Baca juga: Edhy Prabowo Ditangkap, KKP Hentikan Sementara Ekspor Benih Lobster

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com