Pernahkah Anda merasa, dengan gaji pertama kali waktu anda bekerja, uang yang bisa ditabung baik secara nominal dan atau persentase lebih besar dibandingkan gaji anda saat ini?
Jika tidak, selamat!! Anda adalah individu luar biasa yang mampu mengendalikan kebutuhan dan keinginan serta mampu melakukan pengelolaan keuangan dengan baik.
Jika iya, tidak masalah juga karena Anda tidak sendiri. Fenomena ini dikenal juga dengan istilah Inflasi Gaya Hidup. Banyak terjadi pada masyarakat terutama kaum pekerja milenial yang hidup di kota besar.
Baca juga: Hindari "Titik Buta" Ini Ketika Mengelola Keuangan
Inflasi Gaya Hidup (Lifestyle Inflation) adalah kenaikan pengeluaran ketika pendapatan meningkat.
Ada pengeluaran yang sifatnya mungkin hanya sekali saja, seperti pesta untuk merayakan diterima kerja, promosi pekerjaan, atau kenaikan gaji yang signifikan.
Ada juga pengeluaran yang sifatnya bisa terus menerus, seperti menggunakan merek pakaian yang lebih mahal, menggunakan perhiasan dan skincare yang lebih baik, ganti dari motor menjadi mobil, mulai mencicil rumah / apartemen, dan atau mulai punya hobi unik yang butuh modal tidak sedikit.
Hal ini sebetulnya cukup wajar. Menikmati hidup juga bagian dari menjalani proses kehidupan. Hanya saja yang namanya Inflasi Gaya Hidup ini harus dikendalikan.
Jika tidak, bukannya ada kelebihan dana, yang ada malah habis bulan habis gaji, atau lebih parahnya terlilit hutang kartu kredit, KTA, atau pinjaman online dengan minimum payment setiap bulannya.
Pertama, membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Godaan untuk konsumtif memang sangat kuat, apalagi didukung dengan perkembangan teknologi.
Para penjual biasanya membuat kampanye / iklan yang sangat bagus sehingga konsumen tertarik, kemudian kemudian kemudahan melakukan pembelian melalui e-commerce yang sering ditambah dengan promo potongan harga dan gratis ongkos kirim.
Baca juga: Catat, Ini Tips Mengelola Keuangan Saat Resesi
Belum lagi peranan influencer/idola kita di sosial media yang memberikan ulasan sehingga kita tertarik.
Tidak ada salahnya untuk tertarik atau memiliki produk atau jasa yang sebelumnya tidak kita miliki. Namun perlu dibatasi, mana yang kebutuhan dan mana yang keinginan.
Jika memang bersifat kebutuhan, seperti kendaraan untuk tranportasi, Smartphone untuk telekomunikasi, makan di restoran untuk pendekatan bisnis/relasi, maka masih bisa dipertimbangkan.
Namun jika kendaraan, smartphone, baju branded, atau foto makan di restoran hanya untuk PAMER di sosial media, maka sebetulnya itu adalah keinginan.
Sebenarnya bukan tidak boleh juga, karena hal tersebut mungkin salah satu bentuk aktualisasi diri. Tapi usahakan untuk tidak lebih dari 10 persen penghasilan anda.