Oleh: Andreas Dymasius
PERKEMBANGAN teknologi digital dewasa ini, memberikan kemungkinan aksesibilitas menjadi lebih tepat sasaran, efisien, dan efektif. Tak terkecuali di bidang layanan kesehatan. Keterbukaan terhadap perkembangan inovasi di bidang teknologi kesehatan (healthtech), mendorong konektivitas layanan kesehatan yang lebih cepat dan efisien dalam melengkapi praktik klinis, dan meningkatkan pelayanan kesehatan.
Begitu pula dengan pertumbuhan startup healthtech di Asia Tenggara, yang menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang sangat cepat. Hal ini salah satunya juga disebabkan oleh kebutuhan teknologi serta meningkatnya permintaan akan layanan kesehatan berkualitas di Asia Tenggara.
Dilaporkan dalam Health Investor Asia pada 2018, bahwa pengeluaran untuk layanan kesehatan publik akan berlipat ganda menjadi 740 miliar dollar AS antara 2017 dan 2025, yang disebabkan oleh demografi dan kebiasaan berisiko seperti merokok dan obesitas.
Sebagai salah satu negara di Asia Tenggara dengan pertumbuhan healthtech yang cukup signifikan, Indonesia juga mulai menunjukkan pertumbuhan pada layanan kesehatan digital. Potensi besarnya perkembangan industri healthtech, dapat dilihat dari persebaran layanan kesehatan yang kurang optimal dalam melayani jumlah populasi di Indonesia yang berjumlah 270,2 juta (BPS, 2021).
Sektor kesehatan Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan selama satu dekade terakhir, dengan total ukuran pasar sebesar 80 miliar dollar AS pada tahun 2018. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 16 persen pada lima tahun ke depan (2018-2023). Hal ini didukung oleh fakta bahwa Indonesia adalah negara terpadat keempat di dunia, tapi pengeluaran untuk kesehatan hanya 143 dollar AS per kapita.
Jumlah tersebut bahkan lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Terlebih lagi dengan pandemi yang menghantam Indonesia di awal tahun 2020, diperkirakan belanja pemerintah untuk sektor kesehatan juga meningkat signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa akan banyak peluang untuk pertumbuhan sektor kesehatan di tahun-tahun mendatang.
Dengan pertumbuhan penduduk usia muda saat ini, diharapkan Indonesia akan memiliki pertumbuhan kelompok usia kerja mencapai 70 persen dari total penduduk pada 2030.
Struktur demografi ini akan memberikan peluang bagi masyarakat Indonesia untuk hidup lebih sejahtera, mendapatkan pekerjaan yang layak, serta menurunnya kekurangan secara finansial serta tanggungan biaya kesehatan.
Oleh karena itu, pemerintah maupun masyarakat Indonesia harus berpikir strategis untuk dapat memaksimalkan keuntungan ini. Sebab, jika tidak, Indonesia harus kehilangan peluang besar lain yang disebabkan oleh kesehatan, seperti hilangnya produktivitas karena sakit.
Menurut laporan Oliver Wyman, penurunan produktivitas Indonesia akibat penyakit diperkirakan mendekati 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) per tahun. Lebih dari 201 miliar dollar AS, hampir 19 persen dari produk domestik bruto hilang setiap tahunnya karena produktivitas yang rendah, yang disebabkan oleh penyakit tidak menular, seperti gagal jantung, masalah pernapasan, dan kanker. Selain itu, 101 miliar dollar AS PDB juga hilang karena penyakit menular seperti tifus dan malaria.
Angka-angka yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular ini jauh melebihi negara-negara tetangga lainnya seperti India sebesar delapan persen dan China 12 persen. Lebih jauh, untuk mengukurnya juga dapat dilihat dari angka kematian yang disebabkan karena disabilitas (disability-adjusted life years), di mana Indonesia kehilangan lebih dari 31 persen, lebih banyak daripada rata-rata yang diperkirakan oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development, OECD).
Agar lebih memaksimalkan peluang dalam industri kesehatan, ada beberapa masalah yang perlu ditangani:
1. Rendahnya kesadaran akan kesehatan pribadi: