Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI Desak BPOM Transparan Soal Temuan Bahaya Migrasi BPA pada Galon Air dan AMDK

Kompas.com - 09/02/2022, 17:00 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi mendesak Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk lebih transparan mengumumkan ke publik terkait dengan temuannya baru-baru ini mengenai bahaya migrasi BPA (Bisfenol A) pada air minum galon atau Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

"Penggambaran itu perlu diperjelas dengan skor angka yang tegas agar masyarakat bisa mengetahuinya," kata Tulus dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Rabu (9/2/2022).

Baca juga: Ini Bahaya BPA di Galon Isi Ulang dan AMDK, jika Lewati Ambang Batas, Bisa Ganggu Kesuburan

Lebih lanjut, Tulus meminta BPOM lebih terbuka dalam menjelaskan hasil survei terkait level migrasi BPA pada produk galon isi ulang yang beredar di masyarakat.

Seperti diketahui, sebelumnya pejabat senior BPOM menyebut hasil uji post-market migrasi BPA pada galon isi ulang pada berbagai kelompok umur yang menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan.

Baca juga: Soal Potensi Pencemaran BPA di Galon Isi Ulang, YLKI: Industri AMDK Perlu Perbaiki Distribusi

Tulus juga menilai, BPOM perlu mempublikasikan dokumen terkait dengan hasil harmonisasi aturan pelabelan produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

Salah satunya poin yang mengharuskan produsen AMDK melabeli produknya dengan peringatan ‘Berpotensi Mengandung BPA’.

Draft harmonisasi tersebut, juga menyebut produsen AMDK punya waktu tiga tahun untuk berbenah dan mempersiapkan diri sebelum aturan itu berlaku penuh.

Baca juga: BPOM Kaji Kerugian Ekonomi akibat Kontaminasi BPA pada Galon Isi Ulang

Tulus menilai, publikasi tersebut dinilai penting, untuk meningkatkan transparansi publik, sekaligus mencegah kemungkinan draft berubah.

Karena, menurutnya, sudah menjadi kebiasaan industri di berbagai sektor menentang setiap aturan standar yang lebih tinggi.

"Semua sektor industri begitu, ketika ada revisi peraturan atau ada regulasi baru, mereka habis-habisan men-delay atau bahkan berupaya menggagalkannya," jelas Tulus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com