Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Bulan Berlangsung, Negara Terima Rp 1,95 Triliun dari PPS

Kompas.com - 24/02/2022, 09:19 WIB
Fika Nurul Ulya,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Uang tebusan alias Pajak penghasilan (PPh) final yang diterima negara dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II terus bertambah, seiring dengan bertambahnya pelaporan harta.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, negara sudah meraup PPh final Rp 1,95 triliun per 23 Februari 2022. Jumlah ini meningkat dari Rp 1,3 triliun di pertengahan Februari.

Namun, jumlah PPh tersebut masih jauh dari realisasi tax amnesty tahun 2016 lalu. DJP mengungkap dalam tax amnesty beberapa tahun lalu, uang tebusan mencapai sekitar Rp 103 triliun.

Baca juga: Segera Lapor Harta, Sri Mulyani Ingatkan PPS Sisa 5 Bulan

"PPS adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta," sebut DJP dalam laman resminya, Kamis (24/2/2022).

Pajak penghasilan diterima dari jumlah harta yang diungkap. Tercatat, jumlah harta yang diungkap tembus Rp 18,72 triliun, bertambah dari Rp 12,72 triliun pada 11 Januari 2022.

Harta itu diungkap oleh 16.136 wajib pajak dengan 17.985 surat keterangan.

Lebih rinci, deklarasi harta dalam negeri dan repatriasi oleh wajib pajak mencapai Rp 16,4 triliun. Sementara itu, deklarasi harta luar negeri mencapai Rp 1,2 triliun.

Baca juga: Awali 2022, Penerimaan Pajak Tumbuh 59,4 Persen di Bulan Januari

Adapun harta yang diinvestasikan ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 1,11 triliun.

Cara Pelaporan Harta

Perlu kamu tahu, pelaporan harta dalam PPS dilakukan secara daring melalui website yang tersedia. Bila ada pertanyaan lanjutan, kamu bisa menghubungi nomor telepon 1500 008 atau WhatsApp di nomor 0811 1561 5008.

Saluran informasi lain yang tetap dapat dimanfaatkan, yakni live chat di www.pajak.go.id, Twitter @Kring_Pajak, atau email informasi@pajak.go.id dan pengaduan@pajak.go.id.

Berikut ini cara pelaporannya:

  • Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps.
  • SPPH dilengkapi dengan, SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang, pernyataan repatriasi dan/atau investasi.
  • Untuk peserta kebijakan II, ada tambahan kelengkapan, yakni pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum); dan Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.
  • Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.
  • Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.
  • Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427, untuk kebijakan II, 428. Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk).
  • PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang).
  • Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:
  1. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.
  2. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.
  3. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.
  4. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.
  5. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.
  6. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
  • Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu:
  1. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.
  2. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.
  3. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.

Baca juga: Potensi Pajak yang Hilang akibat Rokok Ilegal Capai Rp 53,18 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com