Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Sahkan UU PPP, Buruh Ancam Akan Gelar Aksi Unjuk Rasa

Kompas.com - 24/05/2022, 21:01 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengaku kecewa dengan sikap DPR RI yang mengesahkan revisi Rancangan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP) menjadi undang-undang.


"Saya sangat kecewa dengan DPR karena tetap mengesahkan UU PPP yang ditolak kalangan buruh dan masyarakat," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (24/5/2022).

Andi Gani meyakini UU PPP yang disahkan ini akan menjadi landasan hukum sekaligus memuluskan jalan bagi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ia mengingatkan kepada DPR untuk selalu mendengar aspirasi rakyat.

Baca juga: Buruh Kasih Tenggat Waktu 7 Hari ke Pemerintah Penuhi 4 Tuntutan

 

"Dengan adanya keputusan dari DPR ini, Gerakan Buruh Indonesia akan merespon segera dan cepat," tegasnya.

Aksi Unjuk Rasa Tolak UU PPP

Secara terpisah, Partai Buruh bersama seluruh elemen serikat pekerja menolak pengesahan revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP). Menurut Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal, revisi UU PPP hanya akal-akalan hukum. Bukan sebagai kebutuhan hukum.

"DPR bersama pemerintah melakukan revisi UU PPP hanya sebagai akal-akalan hukum agar omnibus law UU Cipta Kerja bisa dilanjutkan pembahasannya agar bisa segera disahkan," katanya.

Ia bilang, ada dua alasan mengapa Partai Buruh dan Serikat Pekerja menolak revisi UU PPP. Pertama, dari sisi pembahasan di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, revisi UU PPP tersebut bersifat kejar tayang. “Menurut informasi yang kami terima, revisi UU PPP hanya dibahas selama 10 hari Baleg DPR RI,” ujarnya.

Baca juga: 5 Provinsi ini Memiliki Upah Buruh Terendah di Indonesia, Mana Saja?

Padahal UU PPP adalah ruh untuk membuat sebuah produk undang-undang (syarat formil) di Indonesia sesuai perintah UUD 1945. Alasan kedua, dari sisi revisi UU PPP, Partai Buruh dan elemen serikat pekerja menyebutkan tiga hal yang berbahaya bagi publik. Sekaligus merugikan bagi buruh, tani, nelayan, masyarakat miskin kota, lingkungan hidup, dan HAM.

Pertama, revisi UU PPP hanya sekedar memasukkan omnibus law sebagai suatu sistem pembentukan undang-undang. Padahal omnibus law UU Cipta Kerja ini ditolak oleh seluruh kalangan masyarakat termasuk buruh.

Kedua, dalam proses pembentukan undang-undang tidak melibatkan partisipasi publik secara luas karena cukup dengan dibahas di kalangan kampus. Ketiga, menrurut Said Iqbal yang lebih berbahaya adalah dalam revisi UU PPP ini diduga memungkinkan suatu produk UU yang sudah diketuk di sidang paripurna dapat berubah.

Dengan disahkan UU PPP ini, para buruh memastikan akan melakukan unjuk rasa besar-besaran pada 8 Juni 2022, menyasar Gedung DPR RI sebagai lokasi utama aksi tersebut. Aksi serupa juga dilakukan serempak di puluhan kota industri lainnya yang dipusatkan di kantor gubernur. Kembali mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada 31 Mei ini.

Selasa siang tadi, DPR telah mengesahkan revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) dalam rapat paripurna DPR. Dalam laporannya, Wakil Ketua Baleg DPR M Nurdin menyebutkan, revisi UU PPP mencantumkan 19 poin perubahan.

Baca juga: Ini Daftar Wilayah dengan Upah Buruh Tertinggi per Februari 2022

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com