Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI: Kenaikan Tiket Candi Borobudur Bukan untuk Konservasi tapi Komersialisasi

Kompas.com - 06/06/2022, 13:51 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik pemerintah yang berencana menaikkan harga tiket Candi Borobudur menjadi Rp 750.000 untuk wisatawan lokal.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai kenaikan harga tiket Candi Borobudur itu bukanlah upaya konservasi seperti yang disampaikan pemerintah, melainkan untuk kepentingan komersialisasi.

Pasalnya, kenaikan tarif tiket Candi Borobudur ini dinilai terlalu tinggi sehingga tidak semua kalangan masyarakat dapat mampu membayarnya.

"Kalau memang untuk kepentingan konservasi dan menyelamatkan Candi Borobudur, kan bisa dengan pembatasan kapasitas saja sudah cukup. Tidak perlu dengan tarif selangit," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (6/6/2022).

"Kalau tarifnya selangit seperti ini, itu bukan untuk kepentingan konservasi, tapi untuk kepentingan komersialisasi. nanti hanya orang kaya saja yang bisa masuk," sambung dia.

Baca juga: Belum Final, Luhut Sebut Tiket Naik ke Borobudur Diputuskan Jokowi Pekan Depan

Menurutnya, jika manajemen Candi Borobudur memerlukan biaya operasional yang tinggi untuk melakukan konservasi candi, seharusnya dapat dilakukan dengan cara lain bukan dengan menaikan tarif tiket.

Misalnya, manajemen dapat mengeksplorasi kawasan candi dengan wahana wisata yang lain yang dapat dikomersialisasikan.

"Contoh, candi ternama di Kambodia, Angkor Wat, yang lebih terkenal dari Borobudur, tarifnya masih murah, untuk orang asing saja hanya 20-26 dollar AS. Angkor Wat tetap eksis, bisa mendatangkan jutaan turis juga," ucapnya.

Sejak akhir pekan lalu, warganet dikejutkan dengan rencana kenaikan tarif tiket Candi Borobudur yang sampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan melalui akun Instagramnya.

Warganet pun melontarkan komentar pro atau kontra menurut sudut pandang masing-masing.

Baca juga: Seputar Tiket Candi Borobudur Rp 750.000: Bukan Tiket Masuk hingga Masih Dikaji

Bagi warganet yang setuju, harga tiket tersebut sepadan mengingat Candi Borobudur merupakan cagar budaya yang perlu dilestarikan dan pelestariannya butuh biaya yang besar.

Namun bagi warganet yang tidak setuju, harga tiket tersebut dinilai terlalu tinggi sehingga dikhawatirkan masyarakat tidak dapat mengenal lebih dekat Candi Borobudur.

Diberitakan sebelumnya, dalam Instagram pribadinya, Luhut mengatakan pemerintah berencana membanderol tiket naik Candi Borobudur sebesar Rp 750.000 untuk wisatawan lokal dan 100 dollar AS atau sekitar Rp 14,5 juta (kurs Rp 14.500) untuk wisatawan asing.

Sementara untuk pelajar, tiketnya menjadi lebih murah, yakni sebesar Rp 5.000 per orang. Harga tiket ini juga dibarengi dengan pembatasan jumlah pengunjung jadi 1.200 per hari.

"Kami juga sepakat dan berencana untuk membatasi kuota turis yang ingin naik ke Candi Borobudur sebanyak 1.200 orang per hari, dengan biaya 100 dollar untuk wisman dan turis domestik sebesar Rp 750.000," kata Luhut dalam akun Instagram @luhut.pandjaitan.

Baca juga: Soal Kenaikan Harga Tiket Candi Borobudur, Luhut: Saya Mendengar Banyak Sekali Masukan...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com