Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gara-gara Penambangan Ilegal, PT Timah Rugi Rp 2,5 Triliun Setiap Tahun

Kompas.com - 22/07/2022, 17:39 WIB
Kiki Safitri,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Mineral dan Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ridwan Djamaluddin mengungkapkan, salah satu perusahaan mineral BUMN, PT Timah tbk (TINS) mengalami kerugian Rp 2,5 triliun per tahun akibat penambangan ilegal.

Menurut Ridwan, penambangan ilegal tersebut menimbulkan kerusakan pada lahan atau kawasan penambangan. Tercatat ada lebih dari 3.000 ha lahan kritis yang ditemukan akibat penambangan ilegal.

“Setiap tahun itu PT Timah rugi Rp 2,5 triliun akibat kegiatan ilegal. Kita juga mencermati seberapa luas dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan ilegal ini. Kami mencatat 3.000 ha lahan kritis yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan timah ilegal,” kata Ridwan dalam webinar BRiNST - Seminar Hybrid “Timah Indonesia dan Penguasaan Negara”, Jumat (22/7/2022).

Baca juga: Timah Bakal Kena Tarif Royalti Progresif

Ridwan menjelaskan, kerusakan akibat penambangan ilegal tentunya tidak ingin diwariskan kepada generasi selanjutnya. Di satu sisi, timah merupakan salah satu komoditas yang sangat dibutuhkan dunia untuk jangka panjang. Maka dari itu, beberapa lahan kritis akibat penambangan ilegal perlu kembali dipulihkan.

“Ada biaya yang harus kita keluarkan untuk memulihkan lingkungan ini. Inilah yang harus menjadi titik berat perhatian kita, saya tegaskan timah belum tergantikan keberadaannya dalam jangka panjang, dan kedepannya timah masih dibutuhkan dunia,” ujarnya.

Ridwan mengatakan, aksi pertambangan ilegal sangat dilarang pemerintah karena dampaknya tidak hanya kepada lahan yang kritis saja. Tapi juga pendapatan negara yang yang tergerus, serta merugikan usaha atau bisnis legal yang beroperasi sesuai ketentuan.

“Pemerintah berusaha menegakkan aturan penambangan timah ilegal ini yang tidak sesuai ketentuan. Bisnis ilegal ini merugikan negara dalam hal penerimaan negara, termasuk pajak, loyalti, dan badan usaha yang resmi,” jelas dia.

Ia menyadari, tata kelola timah memang belum ideal, maka dari itu dalam rapat dengan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk melakukan audit terhadap tata kelolah PT Timah. Dari pertemuan tersebut, juga telah ada surat edaran per 1 Juli 2022 kepada semua smelter melaporkan sumber timahnya.

“Artinya ini adalah bentuk yang ingin kita wujudkan dalam waktu dekat, dimana semua smelter melaporkan sumber penambangan timahnya. Kami juga berencana membuat sistem informasi batu bara dan mineral (Simbara) yang juga diusulkan untuk timah, agar mempertanggungjawabkan dari mana timahnya berasal,” jelasnya.

Kedepannya, ia berharap penambang-penambang ilegal bisa beralih untuk menjadi penambang legal. Pihaknya juga telah membuka jalan untuk masyarakat yang ingin terlibat dalam industri timah dengan mendaftarkan izin pendirian smelter. Program ini dibuka hingga Oktober 2022, dan diharapkan dapat mentertibkan penambangan ilegal.

“Sehingga tidak adal algi alasan bagi pihak-pihak yang selama ini melakukan kegiatan penambangan secara ilegal, dan mengatakan kami tidak tau, kami tidak mampu melakukannya, karena pemerintah sudah membuka jalan,” tegas dia.

Baca juga: Dukung Larangan Ekspor Timah, Ini Strategi TINS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com