Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Nasir
Dosen

Dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Jember

Menunggu Kiprah BI dengan Tambahan Mandat Baru

Kompas.com - 26/01/2023, 05:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) mengesahkan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) menjadi UU P2SK pada 15 Desember lalu. Keberadaan UU itu untuk mendukung ekonomi nasional dalam menghadapi tantangan ke depan seperti pandemi, disrupsi digital, geopolitik, dan perubahan iklim.

UU tersebut mengamandemen sedikitnya 17 UU terkait. Tujuannya untuk memperdalam dan meningkatkan efisiensi sektor keuangan, dengan memperluas cakupan, produk dan basis investor; mendorong investasi jangka panjang; meningkatkan persaingan untuk mendukung efisiensi; memperkuat mitigasi risiko; serta meningkatkan perlindungan investor maupun konsumen.

Baca juga: Setelah UU P2SK Disahkan

Model Mandat Multiobyektif Bank Sentral

Salah satu elemen yang diatur UU P2SK adalah penguatan otoritas bidang keuangan yang di dalamnya termasuk bank sentral, dalam hal ini Bank Indonesia (BI). BI diarahkan untuk mengadopsi tiga tujuan akhir, yaitu mencapai stabilitas nilai rupiah, menjaga sistem pembayaran, dan ikut menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Pendeknya BI, sebagai bank sentral, ke depan akan memiliki satu mandat tambahan dengan tujuan akhir pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Survei Bank for International Settlement (BIS) terhadap 47 bank sentral pasca krisis keuangan global tahun 2009 menemukan bahwa sangat wajar bank sentral mengadopsi lebih dari satu tujuan. Tujuan bank sentral terdiri atas (1) kebijakan moneter; (2) stabilitas sistem keuangan; (3) pekerjaan, pertumbuhan dan kesejahteraan; (4) mendukung kebijakan pemerintah; dan (5) mencapai keuntungan.

Model multiobyektif itu juga sejalan dengan rekomendasi Joseph E Stiglitz, peraih nobel ekonomi, yang memberikan titik tekan bahwa demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, kebijakan moneter seharusnya tidak berfokus pada stabilitas harga saja. Namun dalam praktiknya, sebagian besar bank sentral hanya sekadar menekankan tujuan stabilitas harga, baik sebagai tujuan tunggal dengan sub-tujuan, atau sejajar dengan tujuan lainnya.

Baca juga: Bank Sentral: Pengertian dan Tugasnya

Contoh bank sentral yang mengadopsi multiobyektif adalah Korea Selatan, Inggris, dan Jepang. Pilihan model ini adalah keniscayaan meskipun tidak diterapkan secara luas.

Dalam ranah teoritis itu bisa diterima mengingat tidak terlalu menekankan pada stabilitas harga. Yang dikhawatirkan bisa menyulut gejala “inflation nutter”, yaitu tatkala bank sentral hanya fokus pada pengendalian harga walaupun dalam jangka pendek, sehingga mengadopsi kebijakan yang menyebabkan fluktuasi besar dalam output.

Model itu mirip seperti yang dipraktekkan Federal Reserve Amerika Serikat (AS) dan Federal Open Market Committee, yang dengan lugas berusaha mengelola keseimbangan determinan aggregat makro ekonomi. Seperti pertumbuhan agregat moneter dan kredit dengan potensi ekonomi jangka panjang demi meningkatkan produksi.

Harapanya bisa secara efektif mempromosikan harga stabil dan suku bunga jangka panjang yang moderat. Namun, kecemasan yang muncul adalah kecenderungan potensi kebijakan over-expansioner. Maka efektivitas mitigasi risikonya adalah optimalisasi peran dan keterkaitan tujuan/tugas BI dengan sektor riil perlu ditetapkan secara spesifik.

Penerapan sekuens yang tepat dengan mandat otoritas lain, seperti pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang seharusnya menjadi kewenangan pemerintah menjadi urgen. Per teori ditegaskan bahwa tidak ada trade-off antara tujuan stabilitas harga dengan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Namun dalam jangka pendek stabilitas harga dapat bertentangan dengan tujuan ekonomi makro lainnya.

Pilihan tepat dalam kerangka ini adalah menggerakkan frasa “dalam rangka pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan” menjadi penghela tujuan utama. Secara teori, inflasi yang mengikuti jalur jangka panjang dibutuhkan oleh perekonomian.

Berdasarkan prinsip ini, bank sentral akan, pada waktu tertentu, bertujuan untuk menutup tidak hanya gap inflasi, tetapi juga gap output. Mengarus pada logika ini, omnibus law keuangan membawa kita lebih dekat dengan praktik terbaik bank sentral di dunia seperti AS.

Selanjutnya, omnibus law keuangan juga memberikan klausul khusus bahwa tugas BI antara lain ikut menjaga stabilitas sistem keuangan. Penegasan ini penting karena mengikuti praktik reformasi pasca krisis keuangan global, bank sentral, di mana sekitar 20 persen dari 146 undang-undang bank sentral yang disurvei BIS, mulai menyatakan tujuan eksplisit terkait dengan stabilitas sistem keuangan.

Implikasi penting dari adanya ketegasan dalam tujuan ini adalah kesetaraan pada tugas stabilitas harga dengan membantu menjaga stabilitas sistem keuangan. Kondisi ini dibutuhkan dalam rangka memperkuat fungsi BI dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com