Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Larang Ekspor Bauksit, Pemerintah Siapkan Insentif

Kompas.com - 12/06/2023, 17:05 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pemerintah akan memberikan insentif untuk industri pengolahan bauksit dalam negeri setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor bijih bauksit mulai 10 Juni 2023.

Tujuannya yakni untuk memastikan pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter menunjukkan kemajuan.

Agus mengatakan, tantangan industri bauksit saat ini adalah economic of scale atau turunnya biaya produksi per unit dari perusahaan bersamaan dengan meningkatnya jumlah produksi.

Baca juga: Mulai Hari Ini, RI Resmi Larang Ekspor Bauksit

"Jadi itu harus dibantu oleh pemerintah untuk diciptakan agar memang economic of scale dari investasi downstreaming bukan hanya untuk bauksit, tapi untuk yang lain-lain itu bisa ada," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2023).

Meski demikian, Agus mengatakan, pemerintah belum memastikan jenis insentif yang akan diberikan untuk industri pengolahan.

Ia mengatakan, pemerintah sudah cukup banyak memberikan insentif di hulu. Karenanya, menurut dia, pemerintah juga perlu memerhatikan pasar industri tersebut.

"Mungkin kepastian terhadap market itu juga harus jadi perhatian pemerintah," ujarnya.

Baca juga: Ekspor Bauksit Mulai Disetop Besok, Menteri ESDM Pastikan RI Siap Hadapi Gugatan


Lebih lanjut, terkait masih banyak smelter bauksit yang masih berupa tanah kosong, Agus mengatakan, pihaknya akan mengejar perusahaan mineral kritis membangun pabriknya mendekati bahan bakunya yang melimpah di Indonesia.

"Jadi kita petakan kok, petakan bauksit, siapa off taker bauksit yang besar, dia bikin apa, nanti kita berikan insentif agar dia mau pindah ke Indonesia karena apa? Karena dekat dengan bahan bakunya sendiri," ucap dia.

Sebelumnya, Indonesia resmi melarang ekspor bauksit mulai hari ini, Sabtu (10/6/2023). Pelarangan tersebut dipastikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

Baca juga: Menteri ESDM: Ada 7 Proyek Smelter Bauksit yang Masih Berupa Tanah Lapang

Menteri ESDM menyebutkan, pelarangan ekspor bauksit ini sebagai upaya pemerintah mendorong hilirisasi komoditas tambang, Harapannya, bauksit dari RI tak lagi diekspor dalam bentuk ore atau belum diproses.

"Ya kan memang dilarang," ujar Arifin saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (9/6/2023).

Arifin sebelumnya mengungkapkan, larangan ekspor bauksit tetap diberlakukan karena pembangunan fasilitas pemurniannya (smelter) tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan.

Baca juga: RI Larang Ekspor Bauksit, Menteri Bahlil: Silakan Kalau Mau Protes

Dari peninjauan Kementerian ESDM tercatat saat ini di lapangan terdapat 7 dari 8 smelter bauksit yang masih berbentuk tanah lapang. Progres pembangunan proyek-proyek itu tidak sesuai dengan yang dilaporkan kepada pemerintah yakni mencapai 32-66 persen.

Adapun 7 smelter itu masing-masing dibangun oleh PT Quality Sukses Sejahtera, PT Dinamika Sejahtera Mandiri, PT Parenggean Makmur Sejahtera, PT Persada Pratama Cemerlang, PT Sumber Bumi Marau, PT Kalbar Bumi Perkasa, serta PT Laman Mining.

"Berdasarkan peninjauan lapangan, terdapat perbedaan signifikan dengan hasil verifikasi dari verifikator indenden, 7 smelter masih berupa tanah lapang," ujar Arifin dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (24/3/2023).

Baca juga: Ada Negara Protes RI Larang Ekspor Bauksit, Bahlil: Itu Urusan Mereka

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com