BANK Indonesia (BI) melalui website-nya secara rutin dan berkala merilis informasi perkembangan indikator stabilitas nilai rupiah.
Tercatat pada Juli 2023, BI merilis 4 (empat) kali informasi tersebut, yaitu pekan pertama (7 Juli), pekan kedua (14 Juli), pekan ketiga (21 Juli), dan pekan keempat (28 Juli).
Dalam informasi tersebut, BI mencatat rupiah terendah ditutup pada 13 Juli (Rp 14.965) sedangkan tertinggi pada 6 Juli (Rp 15.040).
Sementara rupiah terendah dibuka pada 14 Juli 2023 (Rp 14.950) dan tertinggi pada 7 Juli 2023 (Rp 15.100).
Untuk modal asing, terjadi aliran keluar modal asing yang ditandai dengan jual neto sebanyak Rp 1,85 triliun pada pekan pertama.
Selanjutnya tiga pekan berikutnya terjadi aliran masuk modal asing yang ditandai beli neto berturut-turut Rp 7,10 triliun, Rp 4,67 triliun, Rp 0,70 triliun.
Informasi yang disampaikan BI di atas untuk setiap kali rilis tampak standar. Informasi tersebut antara lain tentang nilai penutupan dan pembukaan rupiah, aliran modal asing dan komitmen BI dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Ketiga jenis informasi berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian pembahasan konsep “impossible trinity”.
Impossible trinity atau dikenal dengan Mundell-Flemming trilemma merupakan konsep pilihan kebijakan moneter internasional suatu negara. Konsep ini diperkenalkan pertama kali oleh Robert Mundell dan Marcus Flemming pada 1960-an.
Trilemma menyatakan negara tidak mungkin menerapkan tiga kebijakan secara bersamaan, yaitu kestabilan nilai tukar, kebebasan aliran modal asing, dan independensi kebijakan moneter.
Sebagai konsekuensinya konsep ini menawarkan tiga opsi kebijakan, di mana masing-masing opsi hanya memilih dua kebijakan, sementara satu lainnya diabaikan.
Tiga opsi tersebut, pertama mempertahankan kebebasan aliran modal asing dan independensi kebijakan moneter, tetapi nilai tukar dibiarkan mengambang bebas.
Kedua, menjamin kestabilan nilai tukar dan kebebasan arus modal, tetapi menghilangkan independensi kebijakan moneter.
Ketiga, menjamin kestabilan nilai tukar dan independensi kebijakan moneter, tetapi dilakukan pengendalian modal dan pengawasan lalu lintas devisa secara ketat.
Beberapa analis, menyarankan memilih opsi kedua, yaitu menjaga kestabilan rupiah dengan menghidupkan ide mata uang tunggal ASEAN (ASEAN currency union).