Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenperin Jawab Kritik Faisal Basri: Benefit Hilirisasi Nikel Itu Nyata

Kompas.com - 14/08/2023, 12:06 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merespons kritik ekonom Faisal Basri yang menyebut program hilirisasi nikel yang dilakukan Pemerintah Indonesia menguntungkan China.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, sejak bergulirnya program hilirisasi nikel dan Sumber Daya Alam (SDA) lainnya, beberapa efek ganda atau multiplier effect terlihat pada ekonomi nasional.

Ia mengatakan, berdasarkan data Kemenperin, terdapat 34 smelter yang sudah beroperasi dan 17 smelter yang sedang dalam kontruksi.

Baca juga: Jawab Kritikan Faisal Basri soal Hilirisasi Nikel, Stafsus Sri Mulyani: Anda Keliru!

Febri mengatakan, investasi yang telah tertanam di Indonesia sebesar 11 miliar dollar AS atau sekitar Rp 165 triliun untuk smelter Pyrometalurgi, serta sebesar 2,8 miliar dollar AS atau mendekati Rp 40 triliun untuk 3 smelter Hydrometalurgi yang akan memproduksi MHP (Mix Hydro Precipitate) sebagai bahan baku baterai.

Selama masa konstruksi, kehadiran smelter tersebut menyerap produk lokal. Saat ini, smelter tersebut mempekerjakan sekitar 120.000 orang tenaga kerja.

“Hal ini mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut dengan meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di daerah lokasi Smelter berada,” kata Febri dalam keterangan tertulis, Senin (14/8/2023).

Baca juga: Anak Buah Luhut: Analisis yang Disampaikan Faisal Basri Salah...

Febri mengatakan kehadiran smelter dalam kerangka hilirisasi nikel juga memberikan dampak positif pada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di wilayah sekitar smelter. Selain itu, aglomerasi ekonomi di wilayah tersebut juga ikut meningkat.

"Hilirisasi jangan dilihat dari ownersip smelter, baik itu PMA atau PMDN, tetapi lebih ke arah pendekatan nilai tambah ekonomi, sehingga benefit yang dirasakan dengan berjalannya hilirisasi memberikan nilai nyata bagi pembangunan nasional,” ujarnya.

Febri mengatakan pihaknya menghitung nilai tambah yang dihasilkan dari nikel hingga produk hilir yang meningkat berkali-kali jika diproses di dalam negeri atau menghilirkan proses barang mentah.

Baca juga: Bantah Jokowi, Faisal Basri Sodorkan Data Hitungan Hilirisasi yang Dinilai Untungkan China

Ia mengatakan, nilai nikel ore mentah dihargai 30 dollar AS per ton, namun harganya akan naik 3,3 kali lipat atau mencapai 90 dollar AS pe ton. Sedangkan jika menjadi Ferronikel harganya akan naik 6,76 kali atau setara 203 dollar AS per ton.

Sementara itu kata dia, ketika hilirisasi berlanjut dengan menghasilkan Nikel Matte, nilai tambahnya juga akan naik menjadi 43,9 kali atau 3.117 dollar AS per ton. Terlebih, Indonesia sudah punya smelter yang menjadikan MHP sebagai bahan baku baterai dengan nilai tambah sekitar 120,94 kali (3.628 dollar AS per ton.

“Apalagi, jika ada ada pabrik baterai yang mengubah ore menjadi LiNiMnCo, maka nilai tambahnya bisa mencapai 642 kali lipat,” tuturnya.

Baca juga: Faisal Basri Nilai Program Hilirisasi RI Hanya Menguntungkan China

Febri mengatakan, hal tersebut akan menambah pemasukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pajak-pajak lain yang nilainya triliunan rupiah.

"Dari sini saja sudah terbukti, seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden, jika kita mengekspor bahan mentah, angkanya Rp 17 Triliun, dibandingkan dengan ekspor produk hasil hilirisasi nikel yang mencapai Rp 510 Triliun. Sehingga penerimaan negara dari pajak akan jauh lebih meningkat," kata dia.

Melihat performa kontribusi logam dasar ke ekonomi, Febri mengatakan PDB logam dasar di kuartal I-2023 tumbuh 11,39 persen. Pada semester I-2023, logam dasar mencatatkan PDB sebesar Rp 66,8 triliun.

Baca juga: Sindir Ditjen Pajak, Faisal Basri: Tak Tersentuh Kecuali oleh Tuhan

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com