Adapun selama periode tahun 2022, subsektor ini tumbuh di atas 15 persen dengan nilai Rp124, 29 Triliun, juga tahun 2021 tumbuh double digit setara Rp108,27 Triliun. Bahkan di tahun 2020 yang penuh tekanan akibat pandemi Covid-19, industri logam dasar berhasil tumbuh mengesankan.
“Indikator ini sangat jelas menunjukkan bahwa benefit smelter memberi manfaat bagi ekonomi nasional, bukan untuk negara lain. Hadirnya PMA merupakan pengungkit investasi untuk pertumbuhan ekonomi nasional,” ucap dia.
Sebelumnya, Faisal melalui blog pribadinya faisalbasri.com mengkritik kebijakan hilirisasi pemerintah yang dinilai hanya menguntungkan China. Salah satu yang disorotinya yakni apakah uang hasil ekspor dari produk hilirisasi tersebut mengalir ke Indonesia atau tidak.
Baca juga: Prabowo Janji Lanjutkan Program Jokowi soal Hilirisasi Nikel hingga Sawit
Hal ini mengingat hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel 100 persen dimiliki oleh China, dan Indonesia menganut rezim devisa bebas.
"Maka adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri," tulisnya dalam blog yang dikutip Kompas.com, Jumat (11/8/2023).
Menurut dia, kondisi itu berbeda dengan ekspor sawit dan turunannya yang dikenakan pajak ekspor atau bea keluar plus pungutan berupa bea sawit. Sedangkan untuk ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya.
"Jadi penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar," ungkapnya.
Baca juga: Pemerintah Klaim Hilirisasi Nikel Serap Ribuan Tenaga Kerja
Faisal juga menyoroti para perusahaan smelter China yang tidak membayar royalti. Justru yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel, yang hampir semua adalah pengusaha nasional.
Ia menekankan, pada dasarnya dirinya mendukung industrialisasi, tetapi menolak mentah-mentah kebijakan hilirisasi nikel dalam bentuknya yang berlaku sekarang. Menurutnya, kebijakan hilirisasi saat ini ugal-ugalan sehingga sangat sedikit meningkatkan nilai tambah nasional.
"Nilai tambah yang tercipta dari kebijakan hilirisasi dewasa ini hampir seluruhnya dinikmati oleh China dan mendukung industrialisasi di China, bukan di Indonesia," kata dia.
Baca juga: Dikritik WTO-IMF soal Hilirisasi Nikel, Jokowi: Tetap Kita Teruskan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.