Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikritik WTO-IMF soal Hilirisasi Nikel, Jokowi: Tetap Kita Teruskan

Kompas.com - 31/07/2023, 19:47 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pemerintah tetap konsisten menjalankan program hilirisasi nikel meski digugat dan dikritik World Trade Organization (WTO) dan International Monetary Fund (IMF).

"Hilirisasi (nikel) harus kita lakukan meskipun kita digugat oleh WTO meski kita diberikan peringatan oleh IMF. Apapun, barang ini harus kita teruskan," kata Jokowi dalam pidato sambutan "Pengukuhan Pengurus Apindo 2023-2028" di Jakarta, Senin (31/7/2023).

Jokowi mengatakan, program hilirisasi nikel sangat menguntungkan bagi perekonomian nasional.

Ia mencontohkan, hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah mampu menyerap tenaga kerja dari 1.800 tenaga kerja menjadi 71.500 tenaga kerja.

"Di Maluku utara, sebelum hilirisasi (nikel) ini hanya 500 orang tenaga kerja setelah hilirisasi jadi 45.600 tenaga kerja yang kerja di hilirisasi nikel di sana," ujar Jokowi.

Baca juga: IMF Bujuk RI Cabut Larangan Ekspor Nikel, Luhut: Ngapain Kami Tolong Negara Maju

Lebih lanjut, Jokowi mengatakan, produk nikel yang diekspor selama periode 2014-2015 berkontribusi terhadap pendapatan negara dari pajak sebesar Rp 31 triliun. Sedangkan, saat ini, nilai ekspor nikel mencapai Rp 510 triliun.

"Kalau berkembang komoditas lainnya bisa dibayangkan berapa angka uang akan muncul, dan ini baru nikel," ucap dia.

Baca juga: IMF Bujuk RI Cabut Larangan Ekspor Nikel, Luhut: Ngapain Kami Tolong Negara Maju

Rekomendasi IMF

Sebelumnya diberitakan, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) merilis rekomendasi yang meminta Indonesia meninjau kembali kebijakan hilirisasi, dan mempertimbangkan menghapus secara bertahap kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang sudah diterapkan sejak 1 Januari 2020.

Pernyataan IMF tersebut tertuang dalam dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia.

Baca juga: Sri Mulyani Tolak Rekomendasi IMF soal Pencabutan Larangan Ekspor Nikel

Sejumlah menteri merespons rekomendasi IMF tersebut. Sebut saja Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyarankan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) untuk mengurusi negara-negara bermasalah saja, ketimbang memberikan rekomendasi terkait hilirisasi ke Indonesia.

Kemudian Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif juga ikut merespons rekomendasi IMF. Ia menyebutkan, pemerintah mendorong hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah pada komoditas tambang tersebut. Tujuannya, agar Indonesia tak lagi menjadi negara yang mengekspor barang mentah. "Ini barang enggak bisa diperbarui. Jadi kalian mau dapat apa dong? Kita berjuang untuk masa depan," katanya, awal Juli lalu.

Baca juga: Luhut Temui IMF Awal Agustus, Bakal Sampaikan RI Konsisten Larang Ekspor Nikel

Gugatan WTO

Sebelumnya, pada Desember 2022 lalu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, pemerintah akan mengajukan banding usai kalah melawan Uni Eropa dalam gugatan larangan ekspor bijih nikel (nikel ore) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Pada 2021, Uni Eropa telah mengajukan gugatan ke WTO terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia.

Gugatan Uni Eropa ini berawal dari terbitnya kebijakan pemerintah Indonesia melarang ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah sejak 2020.

Baca juga: Indonesia Tidak Perlu Patuh ke IMF soal Ekspor Nikel

Kebijakan itu dianggap melanggar Artikel XI GATT tentang komitmen untuk tidak menghambat perdagangan. Pemerintah pun memutuskan untuk melawan gugatan Uni Eropa atas sengketa DS 592-Measures Relating to Raw Materials tersebut.

Oleh sebab itu, dalam upaya melawan Uni Eropa, pemerintah perlu memperkuat dan melengkapi argumen yang akan dibawa ke WTO.

Baca juga: Indonesia Gugat Balik Uni Eropa ke WTO

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com