Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tujuan Terkait
Tujuan Lestari terkait

Indonesia Tidak Perlu Patuh ke IMF soal Ekspor Nikel

Kompas.com - 03/07/2023, 16:09 WIB
Yoga Sukmana

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan larangan ekspor nikel mendapat perhatian dari Dana Moneter Internasional (IMF). Dewan Eksekutif IMF menyarankan Pemerintah Indonesia mencabut larangan ekspor nikel secara bertahap.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan, permintaan tersebut tidak mengikat dan tidak memiliki dasar hukum.

Maka Indonesia juga dinilai tidak memiliki kewajiban dalam mematuhi permintaan dari IMF atau aturan negara lain sebagai negara berdaulat.

Baca juga: Catatan IMF soal Hilirisasi Nikel Indonesia: Strategi Deregulasi dan Intervensi

"First of all, permintaan IMF sifatnya hanya tidak mengikat dan tidak punya dasar hukum apa pun. Indonesia sebagai sovereign country juga tidak punya kewajiban atau covenant agreement apa pun untuk mematuhi permintaan IMF atau aturan negara lain, pun bila WTO akhirnya memutuskan dalam appelate body bahwa kebijakan larangan nikel ini tidak sejalan dengan komitmen kita di WTO," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (2/7/2023).

Maka Shinta mengatakan, atas permintaan IMF tersebut menjadi diskresi penuh dari pemerintah Indonesia ingin menanggapinya seperti apa. Di mana apakah menghilangkan kebijakan larangan ekspor tersebut sesuai permintaan tersebut atau tidak.

Kemudian terkait investor asing akankah terganggu dengan larangan ekspor bijih nikel, Shinta menjelaskan untuk investor asing yang menanamkan modal di Indonesia, khususnya pada investasi smelter, baja, baterai, investor ekosistem electric vehicle (EV), dan lain justru akan diuntungkan.

Baca juga: Soal IMF Minta RI Hapus Larangan Ekspor Nikel, Hipmi: Kebijakan Hilirisasi Sudah Tepat

"Kami bisa katakan bahwa mereka sedikit banyak diuntungkan oleh kebijakan larangan ekspor nikel. Karena kebijakan tersebut sangat menjamin ketersediaan supply atas nikel terhadap industri mereka yang ada di dalam negeri," kata Shinta.

Apabila kebijakan larangan ekspor nikel dicabut, menurutnya para investor asing yang sudah menanamkan modalnya di Indonesia justru akan mempertanyakan apa rencana Indonesia untuk memastikan kelancaran dan kecukupan supply nikel untuk investasi mereka di Indonesia.

Adapun investor asing yang berkeberatan dengan kebijakan larangan ekspor nikel justru umumnya adalah investor atau pelaku usaha asing yang tidak memiliki basis produksi di Indonesia, tetapi membutuhkan supply nikel mentah dari Indonesia untuk menjalankan kegiatan industrinya di luar negeri.

Baca juga: RI Diminta Hapus Larangan Ekspor Nikel, Bahlil: IMF Urus Saja Negara Bermasalah

Shinta mengatakan, menjadi masalah dalam kebijakan larangan ekspor nikel oleh IMF dan WTO adalah bentuk restriksinya terhadap kebebasan berdagang.

Halaman:
Sumber

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.



Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com