Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Tolak Larangan Barang Impor di Bawah Rp 1,5 Juta, Menkop-UKM: Mereka Harus "Merah Putih"

Kompas.com - 01/09/2023, 15:09 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Teten Masduki merespons penolakan rencana larangan penjualan barang impor di bawah 100 dollar AS atau setara Rp 1,5 juta yang disampaikan oleh pelaku usaha logistik.

Teten menilai, rencana larangan impor yang akan tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 itu seharusnya mendapatkan dukungan.

Pasalnya, kebijakan tersebut diambil pemerintah untuk melindungi pelaku UMKM nasional dari praktik predatory pricing barang impor.

Baca juga: Pengusaha Logistik Ancam Gugat Pemerintah jika Larangan Impor 100 Dollar AS Diterapkan

"Mereka juga harus merah putihlah, karena kalau kita tidak melindungi produk dalam negeri dari serbuan produk-produk luar lewat dumping, predatory pricing, nanti roboh ekonomi kita," ujar Teten, di Gedung Serbaguna Senayan, Jakarta, Jumat (1/9/2023).

Lebih lanjut Teten bilang, saat ini terdapat praktik platform e-commerce asing memasarkan produk negara asalnya di negara lain. Oleh karenanya, pemerintah dinilai perlu melindungi pelaku usaha dalam negeri dari praktik tersebut.

"Kalau mereka mau berjalan di online, mau jualan di e-commerce cross border segala macam produk Indonesia banyak kok," tuturnya.

Teten pun menampik pernyataan belum bisa dipenuhinya kebutuhan pasar nasional dari produksi dalam negeri. Menurutnya, pelaku usaha nasional saat ini sudah berkembang, sehingga mampu memproduksi barang serupa dari luar negeri.

"Kita sudah lihat loh, brand-brand lokal itu lagi naik, belum lama ini kosmetik produk lokal itu sudah menguasai pasar online, tiba tiba diserbu produk dari China dengan harga yang sangat murah," tuturnya.

"Karena itu kita memdesak kepada Kementerian Perdagangan untuk melakukan evaluasi perubahan terhadap Permendag pengaturan ini," tambah Teten.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Pengusaha Logistik E-commerce (APLE) menolak rencana impor barang di bawah 100 dollar AS. Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE) Sonny Harsono menilai, kebijakan baru tersebut tidak merefleksikan kondisi nyata di lapangan.

Baca juga: Teten: Cross Border yang Retail Online Itu, Kita Enggak Boleh Lagi!

Ia mengatakan, jika pemerintah menghentikan penjualan impor beberapa barang seperti aksesoris ponsel atau barang yang tidak diproduksi di dalam negeri, akan menimbulkan terjadinya kegiatan impor ilegal.

"Sebab secara prinsip ekonomi, jika permintaan masih ada, penawaran pun akan berlangsung. Kondisi ini sebenarnya sudah tergambar pada e-commerce lokal yang menunjukkan sebagian besar barang impor ditawarkan oleh penjual non-importir," kata Sonny dalam keterangan tertulis, Rabu (2/8/2023).

Sonny mengatakan, platform yang memfasilitasi transaksi cross-border semacam ini tidak hanya ditemukan di Indonesia, melainkan di berbagai negara.

Namun demikian, kata dia, negara-negara lain menerapkan kebijakan yang sama yaitu berupa pengenaan pajak pada harga barang, bukan pelarangan di bawah harga tertentu.

"APLE juga menyebut ada platform besar yang melakukan transaksi ekspor cross-border UMKM ke 6 negara dengan volume melebihi angka impor. Artinya, transaksi ini sesungguhnya meningkatkan current account, atau selisih antara ekspor dan impor di suatu negara," ujarnya.

Baca juga: Mendag Tak Masalah jika Pengusaha Mau Gugat Pemerintah soal Larangan Jual Barang Impor di Bawah Rp 1,5 Juta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com