NEW YORK, KOMPAS.com - Bank sentral Turki pada Kamis (26/10/2023) lalu menaikkan suku bunga acuan dari 30 persen menjadi 35 persen. Ini merupakan upaya berkelanjutan untuk mengendalikan inflasi yang tinggi di negara tersebut.
Langkah ini sejalan dengan ekspektasi para ekonom yang disurvei oleh Reuters.
Dikutip dari CNBC, Sabtu (28/10/2023), bank sentral Turki mengatakan kenaikan harga lebih kuat dari perkiraan pada kuartal III 2023 dan pengetatan moneter diperlukan untuk memperkuat ekspektasi inflasi dan mengendalikan kemerosotan perilaku penetapan harga di pasar.
Baca juga: Bank Sentral Turki Naikkan Suku Bunga Jadi 30 Persen, Ada Apa?
Dikatakan bahwa dampak lanjutan dari perubahan pajak, pertumbuhan upah dan nilai tukar mata uang telah sebagian besar selesai.
“Pengetatan moneter akan semakin diperkuat sesuai kebutuhan, secara tepat waktu dan bertahap hingga perbaikan signifikan dalam prospek inflasi tercapai,” kata bank sentral Turki dalam pernyataannya.
Keputusan kenaikan suku bunga ini menyusul kenaikan sebelumnya sebesar 500 basis poin pada bulan September 2033. Sebab, bank sentral Turki terus menjauhi kebijakan moneter yang tidak lazim dalam jangka waktu lama, yaitu penurunan suku bunga bahkan ketika inflasi melonjak.
Perubahan haluan kebijakan dimulai pada bulan Juni 2023, ketika Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menunjuk mantan bankir Wall Street Hafize Gaye Erkan sebagai gubernur bank sentral yang baru.
Baca juga: Bukan Cuma di RI, Aturan Wajib Parkir Devisa juga Diterapkan di Malaysia hingga Turki
Suku bunga acuan telah dinaikkan dari 8,5 persen sejak saat itu. Para ekonom berpendapat bahwa hal ini perlu ditingkatkan lebih lanjut.
Perekonomian Turki telah terpukul di beberapa bidang dalam beberapa tahun terakhir. Inflasi diperkirakan oleh bank sentral akan mencapai lebih dari 60 persen pada akhir tahun 2023, sementara nilai tukar mata uang lira Turki anjlok, sehingga impor menjadi lebih mahal.