Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS-RI Kerja Sama Mineral Kritis, Luhut: Mereka Butuh Bahan Baku Industri Mobil Listriknya

Kompas.com - 19/11/2023, 09:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) yang sepakat membentuk Critical Mineral Agreement (CMA) merupakan hasil dari negosiasi yang panjang.

Kerja sama terkait mineral kritis tersebut disepakati dalam pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden AS Joe Biden di Gedung Putih, Washington DC, AS pada 13 November 2023 lalu.

Melalui CMA tersebut maka Indonesia bisa mengekspor produk turunan nikel ke AS untuk kebutuhan industri kendaraan listrik negara tersebut. Adapun nikel merupakan bahan baku untuk memproduksi baterai kendaraan listrik.

Baca juga: Ungkap Kondisi Terkini, Luhut: Sudah Keluar Rumah Sakit tetapi Belum Bisa Pulang ke Indonesia

Luhut menilai, AS menyetujui kerja sama tersebut lantaran menyadari kedua negara memiliki kepentingan yang harus dipenuhi. RI butuh pasar untuk menjual produk turunan nikel, sementara AS butuh bahan baku untuk industri kendaraan listriknya.

"Ya Amerika paham betul, tanpa Indonesia mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan sebelas kali jumlah mobil listriknya pada tahun 2030," ujar Luhut dalam unggahan di akun Instagramnya @luhut.pandjaitan, Sabtu (18/11/2023).

Ia mengaku, dalam proses negosiasi yang panjang, dirinya telah berkomunikasi dengan sejumlah pihak Gedung Putih untuk menjelaskan tujuan dari hilirisasi komoditas tambang nikel yang dilakukan pemerintah Indonesia.

Baca juga: Luhut Ungkap Alasan Lebih Memilih Dirawat di Singapura

 


Luhut bilang, RI bukan sepenuhnya melarang ekspor komoditas nikel. Pemerintah hanya melarang ekspor bijih (ore) nikel karena masih berbentuk barang mentah, sehingga perlu diolah terlebih dahulu di dalam negeri untuk menambah nilai produk tersebut.

Maka setelah melalui tahapan pengolahan, produk turunan nikel tersebut baru bisa diekspor ke berbagai negara, termasuk AS. Konsep hilirisasi inilah yang sedang dilakukan Indonesia sehingga nilai ekonomi dari pemanfaatan sumber daya alam bisa dioptimalkan.

"Indonesia itu sebenarnya masalah survival saja. Kita tidak mem-banned seluruhnya nikel ore itu, tapi setelah turunan ke berapa ya silakan saja (ekspor), bebas. Tapi biarkan kita juga menikmati, rakyat Indonesia, sampai (produk) turunan kedua atau ketiga nilai tambahnya," ungkap Luhut.

Baca juga: RI Diperkirakan Jadi Pemain Utama dalam Pasokan Nikel Global

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com