KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, sesuai rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (6/11/2023), perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4,94 persen year-on-year (yoy) pada triwulan III-2023.
Menurut Kemenkeu, data tersebut menjadi indikasi bahwa kinerja perekonomian menunjukkan tren positif. Meski demikian, persentase pertumbuhan (yoy) berada di bawah angka 5 persen atau di bawah titik psikologis.
Seiring dengan tenggat waktu untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional 2023 di atas 5 persen, pemerintah menyiapkan langkah strategis. Hal ini dilakukan untuk menjaga target tetap kondusif, terutama di sisa 2023.
Melalui paket kebijakan, pemerintah memberikan insentif dan bantuan, seperti bantuan beras, Bantuan Langsung Tunai (BLT) El Nino, Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga insentif perumahan.
Baca juga: Lebih dari Seribu Buruh Pabrik di Kulon Progo Terima BLT dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau
Alhasil, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebagai salah satu instrumen dalam mengelola perekonomian nasional kembali memainkan peran penting melalui tiga fungsinya, yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, kinerja APBN per Oktober 2023 mencatatkan pendapatan negara mencapai Rp 2.240,1 triliun, sedangkan belanja negara Rp 2.240,8 triliun.
Meskipun defisit Rp 700 miliar, APBN masih mencatatkan surplus keseimbangan primer sebesar Rp 365,4 triliun. Kinerja positif ini terjadi di tengah risiko dan ketidakpastian global yang masih meningkat.
Indonesia tidak boleh mengabaikan kondisi global tersebut karena efek rembesan (spillover) berpotensi memengaruhi perekonomian nasional, mulai dari inflasi hingga nilai tukar.
Baca juga: Dukung Geliat Perekonomian Wilayah 3T, BPH Migas Dorong Putra Daerah Bangun Penyalur BBM Satu Harga
Penerimaan kepabeanan dan cukai merupakan salah satu kontributor dalam pendapatan negara, terutama penerimaan perpajakan. Kinerja sektor ini telah mencapai Rp 220,8 triliun hingga Oktober 2023.
Capaian tersebut turut berkontribusi membiayai belanja pemerintah pusat dengan manfaat yang langsung dirasakan masyarakat, yaitu sebesar Rp 1.572,2 triliun.
Adapun bentuk belanja yang dimaksud, di antaranya adalah perlindungan sosial, petani, dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), pendidikan, hingga infrastruktur.
Penerimaan kepabeanan dan cukai terdiri atas bea masuk (BM), bea keluar (BK), dan cukai. Kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai sangat terpengaruh oleh kondisi perdagangan dunia.
Selain itu, situasi geopolitik dunia yang saat ini masih belum mereda, turut menyebabkan volatilitas atau ketidakpastian yang berpengaruh pada harga komoditas dunia.
Belum lagi penerimaan cukai yang memiliki karakteristik tidak seperti penerimaan perpajakan pada umumnya, karena berfungsi sebagai pengendalian konsumsi.
Namun demikian, tantangan-tantangan tersebut tidak menyurutkan kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam menuntaskan amanat penerimaan hingga akhir 2023.
Baca juga: Jokowi Terbitkan Aturan Baru, Penyidikan Pidana Cukai Bisa Disetop Asalkan...
Untuk diketahui, Indonesia mencanangkan menjadi negara maju pada 2045. Cita-cita ini hanya bisa diraih dengan kerja keras dan tidak business as usual.
APBN sekali lagi juga menjadi instrumen stimulus ekonomi dan kesejahteraan menuju negara maju pada 2045. Pertama, APBN sebagai stabilisasi harus bisa menjadi shock absorber dalam merespons dinamika perekonomian yang terjadi.
Kedua, APBN secara fungsi alokasi harus dapat mendukung agenda pembangunan. Ketiga, fungsi APBN secara distribusi harus mampu sebagai solusi kesejahteraan masyarakat.