Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Singgung IMF, Prabowo: Kita Percaya Mereka Cinta Kita, padahal Tidak Ada...

Kompas.com - 12/01/2024, 13:28 WIB
Rully R. Ramli,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto, menyinggung Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang "mempreteli" Badan Urusan Logistik (Bulog) pada krisis moneter 1998.

Awalnya, Prabowo menjelaskan, Bulog telah berjalan baik pada era pemerintahan Presiden Soeharto, pada saat itu Bulog dapat bertindak sebagai stabilisator harga pangan di level petani dan konsumen.

"Pengelolaan yang sudah baik di zaman Pak Harto, kenapa dibongkar, yang benar waktu itu Bulog melaksanakan suatu operasi pengendalian," ujar dia dalam acara Dialog Capres Bersama Kadin, Jumat (12/1/2024).

Baca juga: Bos Bulog Pastikan Bantuan Pangan Beras Tidak Dipolitisasi

Ilustrasi beras Bulog. SHUTTERSTOCK/KAISARMUDA Ilustrasi beras Bulog.

Akan tetapi, kewenangan Bulog untuk melakukan stabilisasi harga dinilai dipangkas oleh IMF lewat salah satu persyaratan penjanjian kredit yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI) antara IMF dan pemerintah.

"Waktu itu kita menyerah kepada IMF. Kita percaya bahwa mereka cinta sama kita, padahal tidak ada dalam hubungan antarnegara tidak ada rasa cinta," tuturnya.

Menteri Pertahanan itu bilang, dirinya tidak membenci Barat. Bahkan, Prabowo mengaku mencintai pihak Barat.

"Masalahnya kadang-kadang Barat tidak cinta sama kita," katanya.

Baca juga: Terusan Suez Lumpuh, Bos Bulog Pastikan Impor Kedelai dan Beras Tak Terganggu

Oleh karenanya, ia berencana untuk melanjutkan sistem perekonomian yang dianut Indonesia saat ini, yakni ekonomi Pancasila.

Lewat paham tersebut, pemerintah tetap membuka pasar, sebagaimana paham liberal, tetapi juga memperhatikan dan menyiapkan jaring keamanan sosial, sebagaimana paham sosialisme.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com